EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung menganggap rencana pemberlakuan redenominasi rupiah belum menjadi prioritas utama.
"Bukan berarti redenominasi ini tidak baik. Tetapi alangkah baiknya bila kita prioritaskan yang sudah ada rekomendasinya seperti UU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK)," tutur Chairul Tanjung kepada wartawan di sela seminar Prospek Ekonomi Indonesia 2013, Jakarta, Senin (10/12).
Menurut CT, sapaan akrabnya, redenominasi dapat diberlakukan jika suatu negara sedang mengalami inflasi tinggi. Redenominasi dapat berperan sebagai pengontrol inflasi tersebut. Misalnya, Turki yang telah menerapkan redenominasi, karena inflasi Negeri Dua Benua tersebut cukup tinggi.
Selain itu, pemberlakuan redenominasi harus mempertimbangkan aspek geografis suatu negara. Karenanya, sosialisasi sangat dibutuhkan, sehingga masyarakat mengetahui dan memahami maksud dari redenominasi.
"Kita punya 13 ribu pulau dengan penduduk yang banyak, serta tingkat pendidikan penduduk yang tidak merata. Sehingga perlu sosialisasi yang luar biasa," terangnya.
CT tidak menyetujui jika penerapan redenominasi hanya memperkuat rupiah, sebab rupiah akan menguatkan apabila didukung negara yang kuat. Nilai mata uang suatu negara sangat bergantung pada fundamental negara tersebut, bukan pada redenominasi yang diberlakukannya.
"Seperti Korea yang dulu mata uangnya satu won sama dengan tiga rupiah. Sekarang satu won sudah hampir sembilan rupiah. Artinya, mata uang menguat karena negaranya kuat," tegasnya.
Redenominasi adalah mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalnya seribu rupiah menjadi satu rupiah. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih kecil.