Senin 28 Jan 2013 15:02 WIB

Konsumen Buah Impor Mau Kompromi

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang buah di Pasar Minggu, Jakarta.
Foto: Republika/Amin Madani
Pedagang buah di Pasar Minggu, Jakarta.

EKBIS.CO, JAKARTA --- Kelangkaan buah impor mulai terasa di tingkat konsumen. Buah impor seperti durian dan mangga misalnya, kini sulit ditemui di supermarket besar.

Ucita Pohan, seorang penggemar buah impor tentu sedikit bingung. "Dua minggu ini sulit sekali mencari durian dan mangga impor," ujarnya Senin (28/01).

Setidaknya sebulan sekali Ucita berbelanja buah impor di toko besar. Alasannya sederhana, buah impor terasa lebih manis dan bentuknya juga lebih besar. Durian misalnya, ia belum menemukan durian lokal seenak durian monthong impor. Untuk komoditas mangga, asalkan manis, ia tidak masalah mengonsumsi buah-buahan lokal.

Penyetopan sementara beberapa produk hortikultura oleh pemerintah, menurutnya, sudah bagus. Asalkan tujuannya baik, sebagai konsumen ia memberi dukungan. Namun ia berharap kebijakan ini tidak lantas membuat harga buah melonjak.

Ucita pun bersedia membayar harga lebih jika ingin mengkonsumsi buah impor. "Harga buah lokal juga harus dijaga, jangan sampai kemahalan," ujar penyiar radio ini.

Alasan lain disampaikan penggemar buah lainnya Tanty Safitri. Selama ini Tanty suka mengonsumsi buah impor karena merasa lebih yakin dengan kualitas buah tersebut. Dari segi tampilan, buah impor memang kerap menggugah selera. Beberapa buah kegemarannya antara lain anggur, durian dan strawberry.

Meski menyukai buah impor, namun Tanty tak menampik kalau ia juga gemar menyantap buah-buahan lokal. Selain harganya lebih murah, buah-buahan lokal mudah sekali ditemukan. Setiap minggu, Tanty mengaku selalu berkunjung ke pasar untuk persediaan buah di rumah. "Asal bisa milih dan nawar, kita bisa dapat buah yang enak," cerita pegawai swasta ini kepada Republika.

Pengusaha benih, Glenn Pardede mengatakan kebijakan pemerintah menghentikan sementara impor holtikultura bisa menyusahkan konsumen yang memang mampu membayar untuk buah impor. Konsumen di kelas ini akan selalu mencari kualitas terbaik untuk komoditas apapun. "Kebijakan ini tidak menyelesaikan masalah," ujarnya.

Glenn mencontohkan ketiadaan jeruk lokal yang layak untuk dijadikan sajian imlek. Sementara di supermarket, jeruk impor dari Cina mencapai Rp 34 ribu per kilogram. Kalau saja ada jeruk Brastagi yang bisa menjadi pilihan lain, tentu dirinya memilih jeruk tersebut. "Kenyataannya, jeruk lokal yang bagus tidak ada. Kalaupun tersedia, harganya selangit," tambah Glenn.

Dari pantauan Republika, beberapa hari terakhir agak sulit menemukan pepaya, durian, nanas dan melon impor di supermarket besar. Sementara itu mangga dan pisang impor masih mudah ditemui di pasaran.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement