EKBIS.CO, JAKARTA - Pembahasan mengenai pengambilalihan kepemilikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) antara pemerintah Indonesia dan Jepang makin menemui titik terang. Wakil Tim Perunding Inalum yang juga menjabat sebagai Dirjen Kerjasama Internasional Kementrian Perindustrian Agus Tjahajana mengatakan kedua belah pihak sudah sepakat menggunakan mekanisme transfer saham untuk ambil alih kepemilikan perusahaan.
Indonesia berniat mengusai seluruh kepemilikan Inalum. Saat ini 58,8 persen saham Inalum masih dimiliki Jepang. Agus menjelaskan Indonesia akan membayar secara tunai sejumlah saham yang dimiliki Jepang dalam perusahaan tersebut. Pembayaran ini dilakukan paling lambat pada 1 November 2013, mengingat kontrak kerja sama Indonesia-Nippon Asahan Alumina (NAA) akan berakhir pada 31 Oktober 2013.
Sebelum ada transaksi penjualan, akan dilakukan audit pajak. Nilai auidit pajak ini bisa menggambarkan berapa kewajiban yang harus dibayar Indonesia untuk 'menebus' saham Inalum. Audit pajak akan dilakukan pada Maret 2013. Perkiraannya, pada bulan Juni Indonesia sudah mengetahui besarnya kewajiban yang harus dibayarkan.
"Jadi pengambilalihan itu dilakukan dengan mengganti sahamnya NAA sebesar nilai buku," ujar Agus, Selasa (29/1).
Dengan mekanisme transfer saham ini, seluruh tenaga kerja bisa bekerja seperti biasa tanpa harus ada pemutusan tenaga kerja dan melakukan rekrutmen lagi. Sebelumnya, dalam master of agreement (MoA) antara Indonesia dan NAA menggunakan mekanisme transfer aset.
Mekanisme transfer saham ini, menurut Agus lebih mudah dibandingkan mekanisme transfer aset. Jika menggunakan transfer aset, seluruh pekerja harus diberhentikan sementara. Namun, mekanisme transfer saham hanya mengganti pemilik perusahaan saja, pekerja tetap bekerja seperti biasa.
Agus menjelaskan masih ada beberapa hal yang cukup alot dalam pembahasan pengambilalihan Inalum. Salah satunya mengenai penghitungan nilai buku atau aset yang dimiliki Inalum. Antara Indonesia dan NAA memiliki cara perhitungan nilai buku yang belum sama.
Poin lain yang belum disepakati yakni mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak selama masa transisi. Misalnya mengenai kewajiban mengembalikan inventaris dan semua aset dalam keadaan baik.
Kedua pihak, diakui Agus, belum sepakat mengenai kriteria aset yang termasuk dalam katagori baik. Hak dan kewajiban selama masa transisi juga belum disepakati. "Jangan sampai ada janji-janji perusahaan yang jatuh temponya di kita (saat sudah menjadi milik Indonesia) harus semuanya seratus persen dimiliki Indonesia. Sebelumnya kan 41:58," paparnya.
Indonesia dan NAA menandatangani MoA kerja sama proyek Inalum pada 1975. Kedua belah pihak membangun perusahaan smelter aluminium, di mana 41,13 persen kepemilikan sahamnya dikuasai pemerintah Indonesia dan 58,87 persen milik NAA.