Kamis 07 Feb 2013 14:28 WIB

Kala Pasar Rindukan Pasokan Sapi Lokal

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Petugas memberi makan sapi-sapi lokal yang sedang digemukkan di Rumah Potong Hewan Terpadu Bogor, Jawa Barat, Senin (18/7). Pemerintah akan membentuk konsorsium peternakan sapi untuk memudahkan distribusi jutaan daging sapi lokal sebagai dukungan terhadap
Foto: Antara
Petugas memberi makan sapi-sapi lokal yang sedang digemukkan di Rumah Potong Hewan Terpadu Bogor, Jawa Barat, Senin (18/7). Pemerintah akan membentuk konsorsium peternakan sapi untuk memudahkan distribusi jutaan daging sapi lokal sebagai dukungan terhadap

EKBIS.CO, Rumah Potong Hewan (RPH) bersiap mencari pasokan sapi lokal. Pengurangan alokasi impor daging dan sapi bakalan pada tahun ini membuat RPH harus menyembelih sapi lokal lebih banyak.

Staff Litbang RPH Darmajaya Cakung –Widharnadi mengatakan untuk memenuhi utilisasi pemotongan hewan, dengan alokasi kuota sapi bakalan impor yang dikurangi, mereka harus mencari sapi lokal lebih banyak. Ia menggambarkan, RPH di Jakarta, umumnya kapasitas potong sapi eks impor mencapai 10 persen dari kapasitas pemotongan.

Ia mengumpamakan jika dalam satu hari, RPH memotong 100 ekor sapi, sekitar 10-12 ekor merupakan sapi eks bakalan yang sudah digemukkan. Sisanya adalah sapi lokal. Jika sapi eks bakalan dikurangi, maka sapi lokal harus dipasok lebih banyak. “Apakah daerah sudah bisa memenuhi stok sapi, itu juga bagian dari tugas pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi lokal,” ujar Widharnadhi saat ditemui, Rabu (7/2).

Pada bulan Januari, harga daging sapi merupakan komoditas yang menyebabkan inflasi. Harga daging sapi di Yogyakarta, misalnya, mencapai Rp 90 ribu per kilogram (kg), di Surabaya Rp 81 ribu per kg. Harga daging sapi paling murah ada di Bali Rp 61 ribu per kg.

Kelangkaan daging ditengarai sebagai salah satu penyebab mahalnya harga. Pada tahun 2013, Indonesia mengalokasikan impor sapi bakalan sebanyak 267 ribu ekor. Alokasi impor ini setara dengan 48 ribu ton daging. Alokasi impor sapi bakalan ini menurun dibandingkan 2012 yang mencapai 283 ribu ekor.

Widharnadi mengakui menghadirkan sapi menuju RPH bukan hal yang mudah. Banyak faktor yang menghambat. Sulitnya distribusi sapi dari daerah sentra produksi menuju pusat konsumsi di Jawa menjadi faktor utama.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan untuk mengantisipasi permasalahan ini pemerintah masih berupaya memberikan alat trasnportasi khusus untuk sapi dari sentra produksi bisa diangkut ke pulau Jawa. Ia pun merujuk pada hasil sensus sapi yang populasinya mencapai 14,8 juta ekor. Jumlah ini menurut dia sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan daging nasional.

Ketua Komite Pengawan Persaingan Usaha(KPPU) Nawir Messi mengatakan masih ada yang kurang dari data sensus yang dihasilkan. Hasil sensus menunjukkan populasi sapi cukup tinggi. Namun, data sapi yang disajikan merupakan data sapi milik rakyat. Bukan milik korporasi yang bisa sewaktu-waktu dikeluarkan oleh perusahaan guna merespon kebutuhan pasar.

Sebagian sapi masyarakat, kata Nawir, dijadikan tabungan yang umumnya dilepas sewaktu-waktu. Tingginya harga daging, menurut dia, juga bukan sebagai satu-satunya indikator pemilik sapi mau menjual sapinya. “Dengan estimasi yang misleading seperti ini, tidak perlu ada kartel, jauh lebih dari cukup untuk mengkatrol harga naik,” ujarnya.

Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS) Adi Lumaksono mengatakan berbagai keluhan mengenai data sensus akan dicoba diperbaiki di tahun ini. Pada bulan Mei mendatang, kata dia, akan dilakukan sensus yang menghitung jumlah sapi baik yang dimiliki oleh rumah tangga maupun perusahaan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement