EKBIS.CO, JAKARTA -- Rapat panitia kerja (panja) DPR Komisi XI bersama otoritas perbankan berencana memasukkan aturan kepemilikan bank induk dalam skema pembatasan saham pengendali. Ke depannya, seluruh bank non pemerintah hanya dibolehkan memiliki satu anak usaha berupa bank.
Aturan ini dinilai sebagian kalangan bertujuan merampingkan jumlah perbankan yang ada di Indonesia. Saat ini, jumlah bank di Indonesia mencapai 120 bank.
Kalangan perbankan juga mengaku terkejut dengan rencana aturan ini. Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja misalnya, ia mengatakan masih menunggu detail keputusan DPR beserta penjelasannya. Perusahaan akan mencoba mengerti tujuan dan alasannya jika memang itu untuk kebaikan perbankan dan perekonomian.
"Secara keseluruhan, jika ini manfaatnya jangka panjang, tentu kami dukung," katanya di Jakarta, Rabu (20/2). Untuk pengembangan ke arah syariah, saat ini OCBC NISP masih memunyai Unit Usaha Syariah (UUS).
Dari sisi syariah, Direktur Utama Bank Mayapada, Haryono Tjahjarijadi, mendukung aturan tersebut. “Aturan itu sudah benar mengingat persaingan ke depan makin berat dan kebutuhan modal perbankan semakin besar,” ujarnya. Perkembangan bank syariah ke depannya, dinilainya, sangat potensial. Mengingat, banyak masyarakat Indonesia yang membutuhkan pelayanan syariah.
Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah mengatakan BI selama ini mendorong konsolidasi perbankan dengan beberapa cara, merger, atau holding, untuk memperjelas kepemilikan bank dan meningkatkan efisiensi bank. “Dengan satu investor, pengawasan bank akan lebih mudah,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis mengatakan DPR berencana mengusulkan insentif khusus apabila perbankan melakukan merger. "Insentif itu bisa berupa kelonggaran pajak," katanya.
Ia mencontohkan, selama ini, setelah dua bank merger, pada tahun yang sama mereka langsung dipungut pajak. Dalam UU baru nantinya, pemungutan pajak bisa saja dilakukan setahun setelah bank merger itu beroperasi.