Rabu 06 Mar 2013 17:01 WIB

DPR: Pasar Sapi Nasional Kurang Pasokan

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Sapi (Ilustrasi)
Foto: Antara
Sapi (Ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Komisi IV DPR RI Romahurmuzy menyatakan pasar sapi kurang pasokan. Pemerintah tidak bisa mengandalkan pasokan sapi yang 97 persen dimiliki rakyat.

"Ada ketimpangan serius, dimana dunia usaha hanya punya 3 persen dari populasi," ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, Rabu (6/3).

Ketimpangan juga terjadi dimana rata-rata rumah tangga hanya memiliki 2 hingga 3 ekor sapi. Sedangkan perusahaan rerata memilki 819,26 ekor sapi. Untuk itu, kebijakan pemerintah tidak bisa mnggunakan pendekatan anggaran, melainkan pendekatan sosial budaya.

Dewan pun menyoroti penurunan importasi yang dilakukan secara drastis. Penurunan ini tidak disertasi dengan pertambahan populasi sapi. Kondisi ini diperparah manakala sapi lokal masih terhadang kendala logistik. "Tidak ada kartel, pasar memang dalam kondisi under supply," tambah Romahurmuzy.

Saat ini terdapat lima pihak yang bersaing dalam pembelian sapi peternak. Kelima pihak tersebut yaitu jagal, feedloter,  Rumah Pemotongan Hewan (RPH), BUMN dan permintaan pengadaan sapi atas tuntutan APBN dan APBD. Jika hanya mengandalkan populasi domestik, kebutuhan lima pihak ini tidak akan dapat dipenuhi.

Pemerintah diharapkan segera membenahi kebijakan dengan melakukan perhitungan potensial stok secara akurat dan terperinci. Selain itu harus dicari titik keseimbangan harga antara produsen dan konsumen agar terjadi situasi yang saling menguntungkan. Harga yang direkomendasikan peternak mencapai Rp 70 -80 ribu per kilogram (kg).

Lebih jauh dewan melihat bahwa negara ini membutuhkan persiapan lebih matang untuk melakukan swasembada sapi. Dewan tetap mendukung target swasembada, namun tidak sekarang. "Tidak bisa dilakukan tahun ini," tambah Romahurmuzy.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Oesman Sapta menyatakan tidak perlu ada kebijakan country base terkait impor daging. Kebijakan ini membuat pasokan sapi masih terpaku pada Australia dan Selandia Baru. "Hal ini membuka peluang monopoli yang lebih luas lagi," ujar Oesman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement