EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendata hingga Februari 2013, pemakaian dan penggunaan kartu kredit milik seseorang yang tidak sesuai ketentuan alias fraud mencapai 6.100 transaksi. Nilai volume transaksinya mencapai Rp 7,5 miliar.
"Itu adalah total fraud untuk kartu debet dan kredit," kata Direktur Eksekutif Departemen Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah, ketika dihubungi ROL, Kamis (21/3). Rinciannya, Rp 3,6 miliar per Januari 2013 dan Rp 3,9 miliar per Februari 2013.
Sedangkan total fraud kartu debet dan kredit sepanjang 2012 mencapai 24.363 transaksi dengan total nilai volume Rp 37,2 miliar. Menurut Difi, BI sudah menanyakan langsung perihal kasus yang terjadi pada dua bank, Bank Mandiri dan BCA di sebuah salah satu gerai ritel fashion, Bodyshop Indonesia. Pihak tak bertanggung jawab membuat kartu kredit duplikat dari dua bank tersebut, kemudian menggunakannya untuk bertransaksi di Amerika Serikat (AS) dan Meksiko.
Kartu duplikat ini hanya bisa digunakan di negara-negara yang belum menggunakan chip, melainkan masih menggunakan sistem magnetic stripe. Saat pemilik kartu bertransaksi dengan menggesekkan kartunya pada mesin pembaca kartu, maka seluruh data pemilik bisa diakses pelaku.
Kartu kredit di Indonesia, kata Difi, seluruhnya sudah berbasis chip demi keamanan transaksi. Namun tak dimungkiri, banyak merchant yang masih melayani dengan dua skema, chip dan magnetic stripe. Sehingga, praktik double swipe masih berpeluang terjadi.
Ketua Tim Pengawasan Sistem Pembayaran Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran BI, Puji Atmoko, mengatakan BI sudah melakukan investigasi untuk kasus Bank Mandiri dan BCA. "Ini untuk mengetahui pelaku tindak kejahatan fraud sektor keuangan tersebut. Jadi, kami ambil langkah investigasi atau forensiknya," katanya dihubungi terpisah.
Penggandaan kartu kredit, kata Puji, adalah tindak kejahatan di sektor keuangan. Sebab, pelakunya bertransaksi dengan melakukan kloning. BI akan mendata angka dan jumlah pasti dari transaksi menyimpang ini.
Data-data yang tercuri dari kedua bank tersebut sudah diblok. Kemudian, bank penerbit akan menggantinya dengan kartu kredit baru. Nasabah bisa mendatangi bank bersangkutan dan mengganti kartunya.
General Manager Bisnis Kartu BNI, Dodit Wiweko Probojakti, mengatakan jumlah fraud kartu yang mencapai Rp 7,5 miliar tersebut memang masih kecil dibandingkan transaksi kartu kredit yang rata-rata mencapai Rp 18 triliun per bulan. Sistem chip pada kartu kredit otomatis menghindari pencurian data dan penyalahgunaan kartu.
"Jadi, penyalahgunaan kartu kredit tak mungkin terjadi karena semua sudah berbasis chip. Yang mungkin terjadi adalah jika kartu pemilik diambil pihak lain sehingga data personalnya diambil," ujar Dodit kepada ROL. Pihak bank juga sudah menerapkan Secure Sockets Layer (SSL) sehingga dari 16 digit nomor kartu kredit, yang ditampilkan dalam kertas transaksi hanya tiga atau empat nomor terakhir saja.
Dodit mengatakan pencegahan fraud ini harus diantisipasi semua pihak, terutama bank dan nasabah. Bank misalnya menaruh mesin Electronic Data Capture (EDC) yang bersertifikasi ke dalam merchant dan transaksi yang dilakukan secara acak.
Bank juga selalu mengirimkan pesan (SMS) notifikasi jika terjadi transaksi pemilik kartu yang mencurigakan. Misalnya, pemilik kartu di Indonesia, namun tiba-tiba melakukan transaksi di luar Indonesia dengan nilai besar. "Bank pasti menghubungi si pemilik kartu," ujarnya.