Senin 01 Apr 2013 17:16 WIB

Liberalisasi Pangan Picu Permainan Pasokan dan Harga

Rep: amri amrullah/ Red: Taufik Rachman
Pedagang mengambil bawang putih impor dari Cina untuk ditimbang di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (13/3).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pedagang mengambil bawang putih impor dari Cina untuk ditimbang di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (13/3).

EKBIS.CO, SURABAYA - Menteri Pertanian (Mentan) Suswono memastikan revisi Peraturan Menteri (Permentan) nomor 60 tahun 2012 terkait Hortikultura. Regulasi baru kemungkinan tidak lagi menggunakan jumlah kuota tapi menggunakan tarif dan bea masuk. Ini berdasarkan pengalaman impor hortikultura selama ini yang terus bermasalah.

Mentan mengatakan, saat ini masih dalam penggodokan ketat di tim Rekomendasi Izin Produk Hortikultura (RIPH) yang terdiri dari beberapa instansi dan Kementerian, diantaranya Kementerian Pertanian, Perdagangan dan Perindustrian. "Kita tidak mau terburu-buru, agar produk hukum ini bekerja baik," ujarnya kepada rekan wartawan, saat mengunjungi Terminal Petikemas Surabaya (TPS) di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Senin (1/4).

Mentan juga menegaskan, pihaknya sedang berupaya keras bagaimana kebutuhan dalam negeri ini tetap memprioritaskan produksi dalam negeri dan mengatur ketat permainan para importir nakal. Ada tiga sasaran nanti dari Permentan ini, melindungi kepentingan nasional, melindungi petani dan melindungi konsumen.

"Saat ini masih masa transisi menuju itu, dimana aturan importasi ini harus memenuhi kebutuhan tanpa merugikan petani," ujarnya. Kedepannya, jelas dia, ada layanan satu atap yang online.  Dimana satu perusahaan hanya memiliki satu surat keputusan. Walaupun ia tidak menampik dengan adanya aturan baru ini, memang ada pembengkakan jumlah importir terdaftar.

Suswono pun mengungkapkan, gonjang-ganjing pangan saat ini bukan sebatas karena ketidakmampuan pemerintah mengatur persedian pangan. Ia menuduh, sistem liberalisasi panganlah yang membuat harga dan pasokan pangan di dalam negeri terus dipermainkan.

Suswono mengatakan, dahulu kita bisa swasembada kedelai dan beberapa komoditas pangan penting. Namun karena kita tergantung sama aturan IMF tetang liberalisasi pangan. Akibatnya, kita dituntut untuk membuka kuota impor.

"Yang terjadi seperti saat ini, dimana kita sudah terbiasa dengan pasokan impor dan susah untuk memenuhi swasembada pangan," ujarnya kepada rekan wartawan. Untuk itu, pihaknya saat ini sedang berupaya keras bagaimana kebutuhan dalam negeri ini tetap memprioritaskan produksi dalam negeri dan mengatur ketat permainan para importir nakal

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement