EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyadari ada tekanan inflasi cukup besar sepanjang triwulan pertama 2013. Gejolak harga pangan (volatile food) mendorong tingginya inflasi mencapai 0,63 persen month to month (mtm) atau 5,90 persen year on year (yoy) di atas rata-rata yang pernah terjadi dalam sejarah inflasi nasional.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan dalam jangka menengah dan panjang BI mengambil sikap teknikal dengan menyerap ekses likuiditas lebih besar untuk mengendalikan inflasi. Ini akan mendorong mengurangi banyak uang yang disimpan dalam jangka panjang.
"BI mewaspadai sejumlah risiko itu dan menyesuaikan respon kebijakan moneternya sesuai kebutuhan," ujar Darmin di Jakarta, Kamis (11/4). Penyerapan itu akan diperbesar dengan berbagai instrumen moneter yang ada di Indonesia, seperti term deposit rupiah dan lelang SBI.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan dari beberapa instrumen yang ada, maka BI akan menggunakan instrumen yang lebih aktif. "Nanti BI akan melihat sinyalnya dan BI akan menyerap dalam pengertian volume, sehingga mendorong ada suatu harga (yield) yang sesuai fundamental ekonomi," katanya.
Meski demikian, BI tetap mempertahankan BI rate bulan ini di level 5,75 persen. Sebetulnya, BI tak memerlukan sinyal kebijakan khusus dari pemerintah untuk menangani inflasi tinggi ini. Sebab, jika pemerintah meninjau kembali beberapa kebijakannya untuk menyehatkan inflasi maka tekanan itu akan kembali menurun.
Inflasi Maret 2013 yang tinggi berasal dari kelompok komoditas pangan sbesar 2,44 persen mtm atau 14,2 persen yoy. Tiga komoditas penyumbang inflasi utama adalah bawang putih, bawang merah, dan cabai. Sebabnya terjadi gangguan pasokan karena adanya kebijakan impor yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan inflasi inti masih stabil, sebesar 4,21 persen yoy. Ke depan, tekanan inflasi diharapkan mereda seiring langkah pemerintah mengatasi gangguan pasokan bahan pangan dan datangnya musim panen.