EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berniat mengenjot ekspor komoditas pala. Mengingat Indonesia merupakan produsen dan eksportir pala dengan penguasaan sekitar 75 persen dari pasar global.
Nilai tahunan ekspor pala Indonesia mencapai kisaran 30 juta euro per tahun. Namun, isu aflatoksin menjadi ganjalan ketika memasuki pasar Uni Eropa. "Kandungan aflatoksin pala kita lebih tinggi dari rekomendasi Uni Eropa," ujar Direktur Mutu dan Standarisasi Direktiran Jenderal Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian Kementrian Pertanian (Kementan), Gardjita Budi, Senin (15/4).
Pala Indonesia memiliki kandungan aflatoksin B1 berkisar 6,4-120 mikrogram per kilogram (kg) dan aflatoksin total 10,1-140 mikrogram per kg. Kandungan ini jauh di atas standar kandungan aflatoksin pada pala yang ditetapkan Uni Eropa sebesar 5 µg per kg dan aflatoksin total 10 mikrogram per kg.
Aflatoksin merupakan racun yang berasal dari jamur yang tumbuh pada pala. Penyebabnya yaitu kurangnya higenitas, serta proses pengeringan dan kondisi penyimpanan yang kurang sempurna. Jika ingin meluaskan pasar ke Uni Eropa, produk pala Indonesia harus patuh pada pengendalian uji terbatas di perbatasan. Hal ini untuk menjamin keselamatan dan kesehatan konsumen. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa aflatoksin merupakan penyebab kanker.
Kementrian Pertanian kini tengah mengembangkan laboratorium guna memenuhi standar mutu yang ditentukan European Union-Food and Veterinary Office (EU-FVO). Mengacu pada temuan EU FVO, potensi aflatoksin dapat berkembang mulai dari perlakuan saat panen, distribusi, sampai tiba saatnya melakukan ekspor. "Kalau kontrol terhadap pala sudah stabil, produk lain bisa mengikuti," tambah Gardjita kepada ROL.
Diakui Gardjita, selama ini Indonesia belum mempunyai laboratorium pangan yang memadai. Padahal keberadaan laboratorium pangan merupakan kebutuhan mendesak untuk menjangkau pasar Eropa yang penuh dengan regulasi. Kontrol terhadap aflatoksin sendiri, setidaknya perlu dilakukan dua tahun sekali.
Potensi pala kini terkonsentrasi di tiga wilayah, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara. Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan Asean, Julian Wilson mengatakan Indonesia merupakan pasar yang menarik bagi Uni Eropa. Nilai perdagangan antara Uni Eropa dan indonesia tahun 2011 mencapai 2,34 triliun euro.