EKBIS.CO, JAKARTA – Masa depan asuransi syariah di Indonesia masih terbuka lebar. Pertumbuhan ekonomi yang kuat dikombinasikan dengan naiknya tingkat tabungan dan berkembangnya perekonomian kelas menengah merupakan pertanda baik untuk industri asuransi jiwa syariah.
Bert Paterson, Presiden Direktur PT Sun Life Financial Indonesia kepada ROL mengungkapkan, penetrasi asuransi syariah di Indonesia masih terbilang kecil. Padahal, Indonesia menempati jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Beberapa peluang lain juga ditambahkan Bert demi meningkatkan bisnis asuransi syariah di Indonesia. Pertama Indonesia memiliki jumlah pendudukan muda yang terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang merangkak naik juga menjadi peluang yang baik, stabilitas politik serta meningkatnya kecenderungan untuk menambung menjadi pertanda yang baik bagi asuransi syariah.“Memahani bagaimana pasar Indonesia berkembang merupakan kunci untuk mengindetifikasi resiko dan berbagai hal yang dapat menghalangi pasar,” ujar Bert.
Pada 2011 lalu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada pada angka 6,5 persen dan diperkirakan terus mengalami kenaikan. Pertumbuhan ini dipengaruhi salah satunya oleh konsumsi domestik rata-rata 65 persen dari total PDB selama beberapa tahun belakangan. Menurut Bret, pasar asuransi syariah di Indonesia terbilang pasar yang belum tergarap dan memiliki peluang yang besar. matang. Ini bisa terlihat dari gabungan penetrasi asuransi jiwa dan kerugiaannya yang hanya berada pada angka 1,78 persen dari PDB 2011. Dengan rata-rata kemampuan individu membayar premi asuransi jiwa hanya 44 dolar AS.
Tidak adanya perbedaan cara penjualan produk asuransi syariah dengan konvensional dinilai menjadi faktor kurang berkembangnya asuransi syariah di Indonesia. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), pangsa pasar asuransi jiwa syariah dan re-asuransi jiwa syariah pada kuartal III tahun 2012 hanya sebesar 3,96 persen. Kebanyakan perusahaan asuransi jiwa syariah masuk ke pasar dengan mengadopsi produk-produk syariah yang setara dengan produk asuransi tradisional mereka. “Saya yakin masalah kurangnya diferensiasi merupakan salah satu alasan mengapa pasar asuransi jiwa syariah berada jauh di belakang pasar asuransi konvensional dalam hal penetrasi, pengembangan distribusi dan produk,” katanya.
Saat ini beberapa perusahaan asuransi lebih memilih membuat unit asuransi syariah ketimbang membuat perusahaan baru dengan fokus asuransi syariah. Sampai tahun 2012, hanya ada tiga perusahaan asuransi jiwa syariah, dan dua asuransi umum syariah. Selebihnya, ada 17 unit asuransi jiwa syariah dan 20 unit asuransi umum syariah. Tiga lainnya adalah perusahaan re-asuransi syariah atau unit re-asuransi syariah.
Secara umum kesadaran akan kebutuhan asuransi jiwa masih sangat rendah. Apalagi untuk asuransi jiwa syariah. Asuransi syariah masih harus bekerja keras menentukan cara untuk membedakan dirinya. Tapi bukan lantas edukasi yang dilakukan adalah dengan membeda-bedakan mengenai manfaat produk asuransi konvensional dengan syariah. Karena ini hanya akan membingungkan nasabah. “Pelaku industri harus bekerja sama untuk mengedukasi masyarakat Indonesia. Kita juga perlu bermitra dengan regulator untuk menciptakan lingkungan industri dapat beroperasi bagi keamanan finansial untuk keluarga Indonesia,” katanya.