EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengatakan mata uang Asia yang cenderung melemah menjadi faktor tertahannya mata uang rupiah untuk menguat terhadap dolar AS.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (2/5) pagi bergerak melemah tipis nilainya menjadi Rp 9.722 dibanding sebelumnya (Rabu, 1/5) di posisi Rp 9.720 per dolar AS.
"Sentimen dari mata uang Asia menjadi faktor tertahannya rupiah di level sekarang ini. Rupiah masih akan stabil, tidak ada sentimen yang signifikan yang memengaruhi pergerakan nilai tukar domestik," kata pengamat ekonomi dari Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih di Jakarta, Kamis (2/5).
Ia mengemukakan yen Jepang sebagai mata uang utama Asia masih dijaga melemah tetapi pergerakan cenderung melambat ketika yen mendekati 100 per dolar AS. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, menurut dia, ikut mendukung stabilitas rupiah dengan ekspaktasi bisa mengurangi permintaan impor hasil minyak yang selama ini cukup besar tekanannya.
"Kenaikan harga BBM subsidi juga bisa membantu kesehatan anggaran pemerintah. Jika tidak dinaikkan, APBN 2013 diperkirakan bisa defisit hingga 3,8 persen dari PDB karena kuota konsumsi yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter diperkirakan terlewati," jelasnya.
Selain defisit, lanjut Lana, anggaran yang membesar dikawatirkan juga menambah defisit pada transaksi berjalan. Twin deficit itu bisa mengubah persepsi fundamental ekonomi Indonesia yang saat ini relatif masih baik.
Sementara, Lana mengatakan posisi kepemilikan asing pada surat utang negara (SUN) juga masih terus mencatat kenaikan. Dalam minggu keempat April lalu, ada peningkatan kepemilikan asing sebesar Rp 13,91 triliun menjadi Rp 294,66 triliun. Dari pasar saham, neto beli asing tercatat naik sebesar 40,9 juta dolar AS.