EKBIS.CO, BANYUMAS -- Perajin tahu di sentra industri tahu, Desa Kalisari, Banyumas, Jawa Tengah, mengharapkan harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap kedelai sesuai dengan kualitas komoditas tersebut.
"Biasanya, kedelai kualitas bagus, harganya tinggi dan sebaliknya yang kualitasnya rendah, harganya pun lebih murah. Kami berharap HPP tersebut bisa menjual kedelai kualitas dengan harga terjangkau," kata salah seorang perajin tahu, Purwanto, di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jumat (14/6).
Menurut dia, harga kedelai kualitas bagus yang banyak digunakan perajin tahu saat ini mencapai Rp 7.500 per kilogram. Dengan demikian, dia mengharapkan harga eceran tertinggi kedelai yang ditetapkan pemerintah dalam HPP sebesar Rp 7.000 per kilogram. "Namun, tentunya harga Rp 7.000 per kilogram harus diimbangi dengan kualitas yang bagus," katanya menegaskan.
Terkait dengan tata niaga kedelai yang akan dilaksanakan oleh Bulog, dia mengharapkan hal itu bisa terealisasi sehingga petani kedelai dan perajin tahu-tempe dapat terlindungi. Dalam hal ini, kata dia, Pemerintah tentunya akan memberikan subsidi terhadap kedelai yang dijual oleh Bulog. "Akan tetapi, jangan seperti dahulu saat kedelai disubsidi sebesar Rp 1.000 per kilogram," katanya.
Saat itu, kata dia, perajin diharuskan membeli kedelai tertentu yang telah disubsidi namun kualitasnya di bawah kedelai yang dijual di pasaran. Meskipun saat itu subsidi kedelai dinilai tepat sasaran, menurut dia, perajin tahu kurang puas terhadap kualitas kedelai karena tidak sesuai dengan harapan.
"Saya pribadi, kalau ada kedelai yang harganya Rp 7.000 dan Rp 7.200, saya memilih yang paling mahal karena kualitasnya lebih bagus. Daripada menghemat Rp 200 tetapi kualitas tahunya kurang bagus, lebih baik kita gunakan yang mahal agar tidak kecolongan," paparnya.
Lebih lanjut, Purwanto mengakui bahwa sejumlah varietas kedelai lokal, seperti lokon, kertosono, dan bima memiliki kualitas bagus namun harganya di atas kedelai impor. Menurutnya, kedelai lokon banyak dikembangkan oleh petani di Kabupaten Tegal. Namun, hasil panennya tidak bisa memenuhi kebutuhan perajin tahu di Desa Kalisari yang saat ini mencapai 312 orang dengan kebutuhan kedelai berkisar 7--7,5 ton per hari.
"Kalau petani di Tegal panen kedelai lokon, kalau diserap oleh perajin tahu di Kalisari hanya bisa memenuhi kebutuhan kurang dari satu bulan," terangnya. Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan adanya upaya pengembangan kedelai lokal kualitas bagus dengan harga terjangkau sehingga perajin tidak tergantung pada kedelai impor.