Jumat 02 Aug 2013 16:42 WIB

Melemahnya Rupiah Bukan Salah BI

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Citra Listya Rini
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Tekanan terhadap rupiah dinilai terus berlangsung dan sangat gencar. Saat ini sudah menembus batas psikologis di atas Rp 10 ribu per dolar AS. Tekanan tidak berhenti meski Bank Indonesia (BI) melakukan operasi pasar.

"Melemahnya rupiah bukan salah BI, tetapi karena sikap pemerintah yang  mengambang, ragu dan tidak jelas dalam menghadapi permasalahan subsidi BBM," kata Ketua Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Didik J Rachbini, Jumat (2/8).

Keputusan mengurangi subsidi BBM berjalan dua tahun dengan wacana yang justru mempertajam ketidakpastian. Ekspektasi ekonomi menjadi kacau dan momentum yang baik tidak dimanfaatkan maksimal. 

"Selama berwacana itu, impor BBM membengkak. Tentu saja memberi tekanan pada rupiah," ucap Didik.  

Pengurangan subsidi BBM pada Juni lalu dinilainya kurang baik karena dilakukan pada saat menjelang hari raya. Pasalnya hal tersebut tidak memberikan cukup waktu untuk menganalisa dampak kenaikan harga BBM pada ekonomi nasional. 

Ketua Komisi Tetap Kebijakan Pendidikan dan SDM serta anggota LP3E Kadin Indonesia,  Suharyadi mengatakan subsidi BBM dalam APBN-Perubahan 2013 naik dari Rp 194 triliun menjadi Rp 204 triliun. Penurunan subsidi harga BBM, diikuti peningkatan volume konsumsi BBM sehingga nilai subsidi BBM pada APBN-Perubahan 2013 justru lebih besar.

Dia menyebutkan tingkat inflasi hingga Juni 2013 dipengaruhi empat kelompok utama, yakni kenaikan produk holtikultura seperti cabe dan bawang, kenaikan harga BBM, penurunan nilai tukar dan bulan Ramadhan menjelang Lebaran. 

"Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), sisi permintaan dan ekspektasi inflasi," ujar Suharyadi. 

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah dan terjadinya negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement