Selasa 20 Aug 2013 15:47 WIB

Pemerintah Sebaiknya Ajak Pengusaha Bicarakan Pelemahan Rupiah

Red: Nidia Zuraya
Aviliani
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Aviliani

EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan pemerintah sebaiknya mengajak pengusaha untuk membicarakan pelemahan nilai tukar rupiah karena sektor riil sangat berpengaruh. "Jangan hanya rapat dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) saja karena hanya bicara soal moneter tapi yang harus dibicarakan sektor riil yaitu dengan mengajak pengusaha," ujar Aviliani usai diskusi Jaringan Diaspora Indonesia di Jakarta, Selasa (20/8).

Menurut dia banyak uang para pengusaha tidak terdeteksi oleh pemerintah dan Bank Indonesia, karena uangnya mereka itu diluar. "Bagaimana misalnya mereka diminta uangnya masuk tapi apa jaminannya. Ini ketika krisis atau mendekati krisis orang itu kecenderungannya mengajak duduk bersama pelaku ekonomi bukan sektor keuangan tapi sektor rill, ini menurut saya yang mesti dilakukan pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, Rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) tingkat deputi sepakat untuk mewaspadai kondisi perekonomian terkini, yang mengalami gejolak akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pada Senin (19/8) sore. "Kita ingin menganalisa dan menyikapi apa yang terjadi pada pasar modal maupun nilai tukar rupiah dan SUN, pada hari ini," kata Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui seusai rapat di Jakarta, Senin (19/8) malam.

Ikut hadir dalam rapat koordinasi tersebut Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Mirza Adityaswara.

Bambang menjelaskan gejolak yang terjadi saat ini merupakan kombinasi dari kondisi global dan domestik, yaitu akibat kemungkinan penarikan operasi stimulus dari Bank Sentral AS (The Fed) dan adanya tekanan terhadap defisit transaksi berjalan. "Kalau global itu berasal dari spekulasi kapan federal reserve akan mulai menarik operasi stimulusnya dari pasar uang dunia. Itu tentunya menimbulkan spekulasi untuk kita, yang capital inflow-nya masih tergantung pada asing," ujarnya.

Sedangkan, Bambang menambahkan, defisit transaksi neraca berjalan belum mengecil karena diperkirakan dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi baru terasa pada triwulan III-2013. "Dampak kenaikan harga BBM terhadap impor migas belum bisa dilacak, karena masih pendek sekali dampaknya. Itu menjadi concern utama karena defisit transaksi berjalan meningkat, investor punya pertimbangan, yang pasti berdampak pada nilai tukar rupiah, SUN, dan juga pasar saham," ujarnya.

Bambang mengatakan hasil pembahasan dalam rapat FKSSK pada tingkat deputi, akan dibawa dalam rapat tingkat pimpinan, sebagai respon untuk memberikan kestabilan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement