EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat menilai saat ini banyak dana milik orang Indonesia yang ditempatkan di luar negeri, terutama dana milik eksportir. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah diminta membuat kebijakan yang mencegah eksportir menempatkan dana hasil ekspor mereka di luar negeri.
"Terdapat statistik korelasi jangka panjang antara ekspor dengan inflasi," ujar Analis Pasar Modal dari PT Aspirasi Indonesia Research Institute, Yanuar Rizky, Rabu (28/8). Ia melihat adanya hubungan antara tingginya inflasi dan ekspor.
Eksportir cenderung menempatkan dana hasil ekspornya di luar negeri daripada dibawa kembali ke Indonesia. Menurutnya hal itu telah terjadi sejak Indonesia pertama kali melakukan ekspor. Dana yang ditempatkan di luar negeri di antaranya dana hasil ekspor kontrak karya migas.
Uang tersebut disimpan di perbankan luar negeri karena mereka bertujuan untuk mengambil keuntungan dari dolar AS. "Besarannya kurang lebih sebesar volume ekspor," ujar dia.
Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan kebijakan relaksasi ketentuan pembelian valas bagi eksportir yang telah melakukan penjualan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Kebijakan ini bertujuan memberikan kemudahan bagi eksportir melakukan pembelian valas dengan menggunakan underlying dokumen penjualan valas. Valas hasil penjualan dapat disimpan dalam deposito valas.
Yanuar menilai, eksportir tidak cukup dengan aturan tersebut. "Kebijakan moneter banyak akal bulusnya," ujar dia. Oleh karena itu, pemerintah diminta tegas mengeluarkan aturan yang melarang eksportir menempatkan dananya di luar negeri.
Menurutnya, hal yang diperlukan adalah kebijakan insentif dan disinsentif. Bagi eksportir yang mau membawa dananya kembali ke Indonesia akan diberi insentif seperti pemotongan PPH dan fiskal. Sedangkan, eksportir yang enggan membawa dananya ke Indonesia diberi disinsentif. "Disinsentif bisa berupa pencabutan izin ekspor," ujar dia.
Jika hal tersebut tidak mempan, upaya penegakan hukum dapat dilakukan. "Harus dengan upaya paksa. Tidak bisa hanya dengan wacana," tegas dia.