EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik memastikan survei kebutuhan hidup layak (KHL) untuk menentukan besaran upah minium provinsi (UMP) akan selesai atau rampung sebelum 2014. "Sebelum 2014 harus sudah sampai (selesai), November juga bisa tapi bisa 'sesak napas'," kata Direktur Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo usai Rapat Koordinasi tentang UMP dengan kementerian terkait di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (29/8).
Sasmito mengatakan survei tersebut hanya penyesuaian dari survei-survei sebelumnya, yakni untuk menghitung biaya hidup untuk tahu seberapa tinggi laju inflasi. "Lebih ke adjustment (penyesuaian) saja karena sebagian besar survei sudah kita tangani dan komponen yang paling banyak yang akan menjadi komponen KHL yang esensial," katanya.
Dia juga mengatakan akan mengkombinasikan dengan survei-survei lainnya sebagai pelengkap, seperti survei harga konsumen dan survei gaya hidup. "Ya bisa dimulai secepatnya, bisa September bisa Oktober," katanya.
Dia mengatakan sampai saat ini masih menggunakan 60 KHL, namun pihaknya akan melihat perkembangan teknologi dan pola konsumsi untuk memperbarui data. Namun, dia mengatakan komponen inflasi harus digunakan berdasarkan formula dan metode organisasi buruh internasional (ILO).
Sasmito mengatakan hasil survei tersebut akan diserahkan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk dijadikan rekomendasi oleh Dewan Pengupahan. BPS ditugaskan oleh pemerintah untuk mensurvei KHL sebagai salah satu aspek penentuan UMP 2014, selain pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.
Pemerintah menilai survei harus dilakukan hanya oleh BPS untuk menjamin objektivitas dan independensi di tengah-tengah banyaknya survei dari berbagai kalangan, seperti buruh dan pengusaha. Selain itu, survei tersebut juga ditujukan untuk mengukur secara realistis seberapa besar kebutuhan buruh setiap bulannya.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenakertrans Irianto Simbolon menilai kenaikan UMP harus menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi. "Siapa yang tidak suka kesejahteraan naik, gaji bertambah, tapi harus punya batasan yang wajar," katanya.
Irianto menilai penyesuaian tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). "Idealnya inflasi plus dan tidak lebih dari satu atau dua dijit per tahun," katanya.
Pemerintah menetapkan kenaikan UMP buruh sebesar 10 persen plus inflasi untuk perusahaan umum, sementara lima persen plus inflasi untuk perusahaan padat karya.