EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2013 mengalami defisit senilai 2,31 miliar dolar AS. Defisit ini disumbang oleh defisit komoditi minyak dan gas (migas) sebesar 1,86 miliar dolar AS dan komoditi nonmigas sebesar 0,45 miliar dolar AS. Khusus untuk impor minyak mentah Juli 2013, BPS mencatat nilainya sebesar 1,17 miliar dolar AS. Sementara untuk impor hasil minyak tercatat 2,73 miliar dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menjelaskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dieksekusi 22 Juni silam belum berdampak pada penurunan impor minyak. Terlebih menjelang Lebaran, pemerintah memutuskan untuk menaikkan stok BBM dari 17-18 hari menjadi 19-20 hari. "Itu tentu meningkatkan impor. Saat itu juga terjadi kenaikan harga sehingga tercermin impor kita membengkak," ujar Hatta di kantornya, Selasa (3/9).
Meskipun begitu, Hatta mengatakan dari konsumsi riil, konsumsi BBM year on year mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan kenaikan BBM berimbas pada penurunan konsumsi. "Dengan demikian, kita melihat defisit migas yang ada saat ini disebabkan pada impor untuk meningkatkan cadangan. Sekarang, cadangan tidak perlu ditingkatkan lagi karena konsumsi sudah menurun. Pada waktu itu buat jaga-jaga kalau ada kejadian penimbunan," paparnya.
Lebih lanjut, Hatta mengatakan pemerintah saat ini terus berupaya mengatasi defisit neraca transaksi berjalan (current account), khususnya pada neraca migas. paket kebijakan ekonomi yang dilansir dua pekan silam diharapkan akan mengurangi defisitnya. Upaya tercepat adalah peningkatan kapasitas biodiesel dalam solar menjadi 10 persen. "Sehingga pada kuartal III akan menurun. Tetapi tetap akan defisit," ungkapnya.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2013 meningkat menjadi 9,8 miliar dolar AS atau 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2013 hanya 2,6 persen dari PDB. Defisit transaksi berjalan yang besar dapat memberikan citra buruk manajemen ekonomi nasional. Imbas berikutnya adalah kekhawatiran para pelaku ekonomi dari luar negeri, terutama investor asing terkait prospek masa depan perekonomian.