Ahad 08 Sep 2013 10:51 WIB

Sektor Informal Indonesia Didominasi Perempuan

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar
Foto: Prayogi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar

EKBIS.CO, NUSA DUA - Kaum perempuan Indonesia mendominasi sektor informal. Berdasar sensus 2010, dari 240 juta perempuan Indonesia, 60 persennya menekuni sektor informal dan 54,8 persen di sektor formal.

Sedang secara nasional, sebanyak 60 persen lebih pelaku usaha kecil mikro adalah kaum wanita. Hal ini diungkapkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, saat melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Kanada, Lynne Yelich, Ahad (8/9).

Pertemuan itu dilakaukan di sela-sela APEC Women and The Economy Forum 2013, di Nusa Dua, Bali.

Menurut Linda, pemerintah Indonesia terus menggenjot peningkatan pendidikan dan keterampilan bagi kaum perempuan. Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak lagi kaum perempuan yang memasuki pasar kerja di sektor formal.

Sejak reformasi, kata dia, kesetaraan gender di sektor formal terus meningkat. "Banyak kaum wanita yang kini masuk dalam posisi kunci baik dalam pemerintahan maupun sektor swasta," kata Linda.

Jika sebelum 2008 jumlah pejabat eselon satu di pemerintahan di bawah 10 persen, kini jumlahnya mencapai 18 persen.

Di sisi lain, kebijakan yang ramah gender, katanya, terus didorong di semua kementerian dan pemerintah daerah.

Linda menyatakan, kini sebanyak 30 kementerian dan 20 provinsi telah memberlakukan kebijakan yang reponsif gender. "Kepentingan perempuan masuk dalam grand design kebijakan,  termasuk dari sisi anggaran," katanya.

Pada kesempatan itu, Linda juga menyatakan tentang pemberdayaan bagi perempuan yang menjadi kepala keluarga. Menurut dia, mereka diberi bekal keterampilan agar bisa berdaya secara ekonomi. "Memang belum semua tersentuh, tapi kami terus meningkatkan upaya itu," katanya.

Menurut dia, berdasàr data yang dihimpun kementeriannya, sebanyak 8 juta wanita Indonesia menjadi kepala keluarga.

Mereka berada dalam kondisi ini karena perceraian, kematian suaminya, atau menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Tanpa bekal keterampilan atau pendidikan yang memadai, mereka akan menjadi tak berdaya secara ekonomi.

Yelich bersama jajarannya secara khusus menemui Linda untuk menyampaikan beberapa perubahan kelembagaan di negara itu, terutama yang terkait dengan program kemitraan internasional.

Salah satunya, kata dia, adalah dileburnya lembaga Canada International Development Agency menjadi satu lembaga di bawah Kementerian Luar Negereri. "Perubahan mulai efektif tahun ini," katanya.

Dengan perubahan ini, kata dia, kebijakan bantuan dan kemitraan luar negeri berada di bawah satu atap, yaitu di bawah kementeriannya. "Namun tak akan berdampak banyak pada apa yang sudah kami jalin dengan Indonesia," katanya.

Terkait hal ini, Linda meminta agar kemitraan terkait pemberdayaan dan perlindungan anak yang selama ini telah terjalin antara Indonesia dan Kanada terus dilanjutkan.

Ia juga meminta Kanada turut mensosialisasikan hasil pertemuan APEC Women and The Economy Forum, terutama menyangkut usaha kecil mikro yang digawangi kaum wanita dengan para pemangku kepentingan di negara itu dan di kawasan regionalnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement