EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengatakan tiga importir pemegang kuota impor kedelai terbesar turut mendukung stabilisasi harga, dan tidak ada keberpihakan khusus terhadap ketiganya. "Yang penting selama ini mereka bukan bertiga saja ya (importir kedelai), mereka mendukung untuk stabilisasi harga. Kita sudah relaksasi sesuai permintaan (kuota) masing-masing, sehingga tidak ada keberpihakan lagi," kata Mendag dijumpai sesaat sebelum mengikuti Rapat Forum Ekspor Industri Manufaktur, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (11/9).
Gita menyampaikan bahwa stok kedelai nasional sebesar 300 ribu ton saat ini juga telah terdistribusi seluruhnya secara cukup maksimal. Dengan adanya tambahan impor yang diharapkan segera datang maka diharapkan stok kedelai hingga akhir tahun bisa aman. "Dan yang penting pengrajin dan pengusaha (tempe-tahu) sudah teken (tanda-tangan) dan pemogokan sudah stop, tidak ada lagi," ujarnya.
Sebelumnya Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Junaidi Rachbini mengatakan terdapat indikasi kartel yang dilakukan tiga importir kedelai dengan membuat kesepakatan-kesepakatan secara horizontal. "Saya katakan ada indikasi kartel (kedelai). Kita lihat penyebabnya pemegang pasokan yang memiliki kekuatan menjadi 'price maker', membuat kesepakatan horizontal," kata Didik di Jakarta, Selasa (10/9).
Menurut Didik, pada bulan Februari 2013, Komite Ekonomi Nasional (KEN) sudah menyatakan adanya indikasi kartel pangan termasuk komoditas kedelai. Presiden bahkan telah memerintahkan KEN beserta KPPU untuk menyelidiki kemungkinan tersebut. Namun di sisi lain, ujar Didik, Kementerian Perdagangan justru memberikan ijin impor kedelai kepada importir terindikasi kartel dengan kuota sangat besar.
Berdasarkan data penelitian Indef, terdapat tiga importir yang mendapatkan kuota terbesar impor kedelai yakni PT FKS Multi Agro sebesar 210.600 ton (46,71 persen dari total alokasi impor), PT Gerbang Cahaya Utama 46.500 ton (10,31 persen), dan PT Budi Semesta Satria sebesar 42 ribu ton (9,31 persen).
"Kalau importir kedelai terbesar itu menutup gudang sepekan saja, maka harga sudah pasti naik, karena 70 persen kebutuhan kedelai kita tergantung impor. Jadi kalau sekarang kenaikan harga kedelai dibilang karena depresiasi nilai tukar itu tidak betul, ini indikasinya karena kartel," ujar Didik.
Didik menekankan bahwa Kementerian Perdagangan tidak pernah memberikan informasi transparan mengenai kuota impor kedelai. Sehingga kemungkinan terjadi praktik monopoli dan kartel dalam impor kedelai sangat besar yang menyebabkan harga kedelai bergejolak beberapa waktu terakhir ini.