EKBIS.CO, JAKARTA -- Keuangan syariah Indonesia dinilai belum siap dan akan kesulitan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Ada dua hal pokok yang menyebabkan Indonesia, khususnya sektor industri keuangan syariah, masih mengkhawatirkan dalam memasuki persaingan di era MEA.
Direktur Eksekutif Islamic Banking and Finance Institute (IBFI) Universitas Trisakti, Nadrattuzaman Hosen mengatakan tantangan pertama yang masih membelenggu Índonesia adalah ukuran keuangan syariah yang masih kecil. "Baik dari perbankan syariah hingga asuransi syariah size (ukuran aset, red) masih kecil. Saya khawatir mereka malah berguguran," kata dia, Kamis (19/9).
Tantangan besar kedua adalah persoalan mata uang asing (currency) karena menentukan keefisienan bisnis. "Jangan sampai kita hanya menjadi penonton," ucapnya. Untuk itu perlu dibentuk Indonesia Islamic Corporation sehingga terjadi sinergi antara para stake holder untuk menghadapi kekuatan dari luar. Pasalnya para pesaing dari negara-negara ASEAN memiliki kekuatan besarr dan menguasai pasar.
Nadratuzzaman khawatir, kerjasama perbankan MEA dipercepat menjadi 2015 dari 2020 lantaran para pesaing sudah memiliki persiapan cukup. "Sementara Indonesia belum siap karena dua tahun lalu, Menteri Keuangan baru melakukan pemetaan keuangan," ucapnya.
Pangsa keuangan syariah Indonesia masih kecil dan bisa dibilang tergolong pendatang baru jika dibanding Malaysia sehingga dari aset masih kalah besar. "Itulah yang kami khawatirkan karena kita baru tumbuh sehingga aset maupun Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas perlu mendapat perhatian khusus.