EKBIS.CO, NUSA DUA -- Pemerintah memutuskan untuk membebaskan bea masuk impor kedelai. Langkah ini dimaksudkan untuk menyikapi masih tingginya harga kedelai di pasaran. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai mekanisme tarif semacam ini tidak akan efektif untuk menyelesaikan permasalahan seputar kedelai.
"Ini ada masalah pada struktur pasar yang didominasi kartel. Dengan kebijakan ini, justru impotir yang diuntungkan," ujar Eko kepada ROL, Jumat (20/9). Usai sidang kabinet paripurna, Rabu (18/9) lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan kebijakan ini hanya sementara dan diharapkan bisa membantu perajin tahu tempe.
Eko membenarkan, langkah serupa yakni menghapuskan bea masuk impor kedelai dari lima persen ke nol persen pernah dilakukan setahun. Namun pada kenyataannya, harga kedelai masih tetap tinggi. "Pemerintah coba menghadirkan solusi. Mungkin dari semua instrumen, ini kan paling gampang dilakukan. Nanti kita lihat efektifitasnya," kata Eko.
Lebih lanjut, ia mengatakan perlu perbaikan tata niaga kedelai. Sebab jika hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha importir, tentu akan berujung pada ketidakmampuan pemerintah mengontrol harga. "Memang gak bisa dalam waktu singkat terlihat dampaknya. Tapi, nanti akan membuat harga sulit untuk dikontrol importir," ujarnya.
Selain tata niaga, pembenahan produksi dalam negeri jelas menjadi hal yang mutlak. Terlebih, dari kebutuhan dalam negeri sebesar 2,5-2,7 juta ton, produksi dalam negeri hanya berada di kisaran 800 ribu ton. Ketergantungan kepada impor bertambah sulit mengingat keterbatasan produksi di negara sumber impor serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.