EKBIS.CO, WASHINGTON -- Bank sentral Amerika Serikat (AS) the Federal Reserve secara mengejutkan menunda penarikan stimulus quantitative easing (QE). Bagi negara berkembang, ini bagai oksigen di tengah polusi.
Banyak investor yang kecele dengan keputusan the Fed. Mereka bahkan mulai menarik dana mereka dari negara-negara berkembang. Namun segera setelah keputusan the Fed, pasar negara berkembang kembali bernyawa, meskipun fundamental lemah masih menghantui Brasil, Rusia dan India, dan perlambatan ekonomi dan gelembung properti terjadi di Cina. "Suku bunga AS tidak akan naik sampai 2016," ujar Chief Investment Officer BBT Asset Management Raphael Juan, seperti dilansir laman Forbes, Ahad (22/9).
Brasil telah menjadi pasar yang paling terkena dampak isu tapering the Fed. Nilai tukar mata uang Brasil telah jatuh lebih rendah dibandingkan nilai tukar negara lain di Amerika Latin. Ditundanya tapering akan berdampak baik bagi Brasil. Teorinya dimulai dari pelemahan nilai tukar dolar AS. Melemahnya dolar akan membuat modal mencari yield di suatu tempat lain. Seperti obligasi Brasil yang membayar bunga 9 persen setahun. Uang yang masuk ke setiap negara selalu diterjemahkan sebagai sesuatu yang bagus, terutama ke negara yang mengalami defisit neraca transaksi berjalan seperti Brasil. "Ini akan menstabilkan mata uang Brasil dan mengatasi inflasi yang menyakiti ekonomi negara," kata Juan.
Fund Manager Russel Investment Gustavo Galindo mengungkapkan keputusan the Fed sangat baik bagi negara yang neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalannya negatif. "Ini bagus untuk India tapi tidak berpengaruh terhadap Cina," kata Galindo.
Cina kini lebih independen dengan aliran ekonomi domestiknya. Namun Brasil, India, Turki, dan Rusia sangat memerlukan penundaan penarikan stimulus ini.
Penarikan stimulus masih akan menjadi mimpi buruk bagi investor pecinta negara berkembang. Namun bagi empat negara dengan ekonomi terbesat di negara berkembang, ini seperti oase di tengah padang pasir.