Selasa 01 Oct 2013 20:16 WIB

Nunggak Bayar Pajak, India Bekukan Aset-aset Nokia

Red: Taufik Rachman
Nokia
Nokia

EKBIS.CO, JAKARTA--Direktorat Jenderal Pajak India membekukan aset-aset perusahaan Nokia meski perusahaan asal Finlandia itu menerangkan masih bisa melakukan transaksi perbankan.

Nokia mengakui otoritas pajak India telah membekukan seluruh asetnya di Hindhustan pada Rabu (25/9) waktu setempat karena belum membayar pajaknya senilai ratusan juta dolar Amerika Serikat.

Pada awal September ini, perusahaan Microsoft sepakat membeli Nokia senilai 7,2 juta dolar AS tapi mendadak batal meski transaksi bisa dilakukan lewat bank.

Halangannya adalah aset seperti bangunan dan pabrik lokal di India tetap dibekukan sehingga alihtangan Nokia kepada perusahaan asal Amerika Seritak menemui jalan buntu.

Lebih lanjut www.nytimes.com melaporkan, Nokia masih optimistis untuk tetap melanjutkan transaksinya dengan Microsoft yang sedianya akan selesai sebelum 2014 berakhir.

Perusahaan dari kawasan Nordik itu masih terus mengupayakan penyelesaian sengketa pajak dengan otoritas di India.

Sebelumnya, Nokia membangun pabriknya di Chennai, India sebelah selatan, pada 2006. Di kawasan tersebut dikhususkan memproduksi varian ponsel berharga miring Asha.

Telepon genggam jenis Asha mampu memberikan pilihan bagi masyarakat berkantong pas-pasan untuk memiliki ponsel berkemampuan lumayan.

Ponsel keluaran Nokia itu ditujukan sebagai pengobat hati bagi mereka yang tidak mampu membeli handset mahal semacam Apple, Samsung dan merk-merk kelas menegah-atas lainnya.

Beberapa tahun belakangan ini penjualan ponsel Nokia semakin tertinggal dari dua raksasa Apple dan Samsung.

Merk telepon genggam yang sempat menjadi raja pada 1990-an dan awal 2000-an tersebut tidak mampu bersaing di pasar kelas atas sehingga mengincar kelas menengah ke bawah dengan harga hemat.

Nokia nampaknya tidak sendiri karena perusahaan produsen ponsel Vodafone asal Inggris juga menghadapi kendala pajak.

Sementara itu, perusahaan lain juga mengalami hal serupa seperti general Electric dan Royal Dutch Shell.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement