EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah secara resmi mengumumkan kejelasan status pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Hal tersebut dilakukan oleh Menteri Perindustrian, MS Hidayat yang didampingi Menteri BUMN, Dahlan Iskan di Kantor Presiden setelah memberikan laporan langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Dengan berakhirnya perjanjian kerja sama dan kembalinya seluruh aset, PT Inalum dimiliki 100 persen oleh Indonesia. Per 1 November, seluruh aset kembali ke pemerintah Indonesia,” katanya, Jumat (1/11).
Ia mengatakan sesuai kesepakatan, kontrak pihak Jepang dalam mengelola PT Inalum habis pada 31 Oktober 2013. Hal tersebut juga diikuti oleh penyerahan aset PT Inalum kepada pemerintah Indonesia dan membayar kompensasi sesuai dengan kesepakatan.
Diakui MS Hidayat, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan terkait pengambilalihan tersebut. Terutama mekanisme pengalihan saham yang besarnya 558 juta dolar serta masa transisi. Kedua negara yakni Indonesia dan Jepang sempat belum sepakat mengenai hal tersebut.
“Akhirnya sepakat pengambilalihan melalui asset transfer dan menuju arbitrase,” katanya.
Nantinya, PT Inalum akan dikelola oleh Kementerian BUMN sebagai asset baru. Namun, ditegaskannya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan akan tetap mendampingi selama masa transisi pengambilalihan tersebut. Terutama terkait dengan hal teknis, administrative, dan legal. Inalum adalah usaha patungan pemerintah Indonesia dengan Jepang.
Proyek ini didukung aset dan infrastruktur dasar, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA).
Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang.Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013.