EKBIS.CO, JAKARTA -- Untuk mendukung upaya pemerintah dalam menerapkan hilirisasi pertambangan dengan membangun pusat pengolahan dan pemurnian (smelter), PT Ifishdeco berencana membangun pusat pengolahan dan pemurnian (smelter) Nikel di Tinanggea, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Proyek pembangunan smelter tersebut menelan dana mencapai 100 juta dolar AS.
Presiden Direktur Ifishdeco Harrison Iyawan mengatakan proyek pembangunan smelter tersebut akan dilakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking pada November ini. "Kami optimis dalam bulan November ini akan melakukan groundbreaking," ujar Harrison seperti dikutip dalam siaran persnya, Rabu (20/11).
Harisson menegaskan pembangunan proyek smelter tersebut untuk mendukung pemerintah dalam upaya melakukan peningkatan nilai tambah mineral dengan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Pembangunan industri nikel membutuhkan persiapan yang matang dengan investasi yang besar. "Kami telah melakukan studi kelayakan, analisis dampak lingkungan. Untuk itu, kami siap membangun smelter tahun ini," kata Harrison.
Proyek pembangunan smelter nikel tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2015. Namun, pembangunannya dikerjakan dalam dua tahap. Tahap pertama diperkirakan mulai produksi pada akhir tahun 2014 mendatang. Adapun, PT Ifishdeco membentuk perusahaan baru guna merealisasikan pembangunan tersebut, perusahaan yang dibentuk adalah PT Bintang Smelter Indonesia (BSI).
PT BSI merupakan konsorsium dari Finna Group, Pan China Group dan Tekindo Group yang memiliki konsesi pertambangan nikel di Weda, Maluku Utara. Proyek pembangunan smelter tersebut diperkirakan berkapasitas 100.000 ton nikel pig iron per tahun.
Smelter milik PT Ifishdeco tersebut menggunakan teknologi Blast Furnace khusus untuk bijih Nikel dari varian terbaru. Nikel pig iron yang diproduksi PT BSI berkadar 10 persen dan besi 85 persen. Dana yang digunakan untuk membangunan smelter tersebut menggunakan dana equity dan dana sindikasi.
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2012 mewajibkan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Hal tersebut guna mendukung industri pertambangan dalam negeri.