EKBIS.CO, JAKARTA -- Kondisi makroekonomi yang masih tidak menentu membuat sejumlah perusahaan properti berhati-hati dalam menentukan proyek yang akan dieksekusi pada 2014. Perusahaan properti juga harus melihat kembali target pertumbuhan di tahun pesta demokrasi tersebut.
"Untuk marketing sales kami di tahun ini masih optimistis. Tapi kami harus review ulang untuk yang 2014," ujar Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi di Jakarta, Selasa (26/11).
Per September 2013, marketing sales Intiland melonjak 46,1 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilainya menjadi Rp 2,01 triliun. Tahun ini diharapkan marketing sales bisa mencapai Rp 2,2 triliun.
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan aturan loan to value (LTV) telah menurunkan permintaan perumahan, terutama yang menggunakan skema kredit pemilikan rumah (KPR). Kelas yang paling terasa adalah kelas masyarakat menengah ke bawah, kata Theresia.
Hal senada disampaikan Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso. Naiknya suku bunga acuan mendorong kenaikan suku bunga kredit yang semakin membebani pemilik KPR. Kenaikan suku bunga memicu penurunan permintaan KPR di Ciputra.
Sebelumnya, sekitar 50 persen penjualan perseroan merupakan KPR. "Beberapa bulan belakangan turun jadi 30-40 persen," ujar Tulus.
Turunnya permintaan rumah mendorong perseroan untuk mengoptimalkan bisnis komersial. Bisnis ini dinilai lebih stabil dibandingkan dengan bisnis rumah tapak. Menurut Tulus, bisnis rumah tapak sangat bergantung pada situasi ekonomi.
Perseroan juga mengevaluasi kembali jumlah proyek yang akan dieksekusi tahun depan. Untuk tahun fiskal 2014, Ciputra telah menyiapkan 30 proyek. "Mungkin tidak bisa semuanya diluncurkan sekarang karena situasinya tidak memungkinkan," ujar Tulus.
Hingga akhir September 2013, Ciputra membukukan kenaikan pendapatan sebesar 72,6 persen menjadi Rp 3,8 triliun. Laba periode berjalan melonjak hampir 100 persen menjadi Rp 1,029 triliun.