EKBIS.CO, JAKARTA -- Semua pihak diminta turun tangan menggenjot produksi teh nasional. Selama bertahun-tahun produksi teh cenderung menurun. "Harus ada sinergi akselerasi untuk membangkitkan teh di Indonesia," kata Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan di Kementerian Pertanian (Kementan), Selasa (26/11).
Penurunan ini juga disumbang perkebunan teh rakyat yang semakin ramping. Saat ini luas kebun teh hanya 120 ribu hektare (ha) yang dikelola swasta, rakyat dan negara. Dengan luas tersebut, setiap tahun Indonesia hanya mampu memproduksi teh kering tak lebih dari 150 ribu ton saja.
Rusman juga melihat bahwa negara lain mulai mengejar Indonesia sebagai salah satu pemain teh kelas dunia. Dua negara yang harus diwaspadai yaiitu Srilangka dan India. Kedua negara disebutkan telah melakukan langkah revitalisasi guna menghasilkan teh yang memiliki daya saing. Indonesia, kalau tidak mau terus terpuruk harus segera melakukan pembenahan produksi dan mutu teh.
Indonesia mampu mengekspor 80 ribu ton teh setiap tahunnya. Meskipun cukup besar, angka ini patut diwaspadai mengingat impor teh yang menunjukkan peningkatan menjadi lebih dari 20 ribu ton per tahun. "Kalau dibiarkan kita hanya akan menonton perjalanan grafik," ujar Rusman.
Ia pun meminta para stakehodlder untuk membantu pemerintah menghasilkan the unggulan. Secara geografis, lokasi kebun teh berada di Jawa Barat. Artinya, pembenahan ini bisa diprioritaskan terlebih dahulu di Jawa Barat.
Rusman juga melihat masih terjadi disparitas harga yang mencolok antara perkebunan swasta dan perkebunan rakyat. Untuk itu perlu dicari solusi agar semua pihak merasa diuntungkan. "Solusinya bermitra, bukan bersaing," katanya.
Sebagai suntikan awal, pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 48 miliar untuk revitalisasi perkebunan teh. Anggaran ini melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 13 miliar per tahun.
Dana ini akan dikucurkan melalui dinas setempat. Rusman meminta dana ini difokuskan untuk peningkatan kualitas, bukan perluasan lahan. Salah satu cara revitalisasi misalnya dengan melakukan bongkar ratoon seperti pada komoditas tebu.
Ketua Dewan Teh Indonesia (DTI), Rahmad Badrudin mengatakan dana tersebut sangat dibutuhkan jika pemerintah serius membenahi sektor perkebunan teh. Apalagi selama tiga tahun terakhir realisasi anggaran revitalisasi hanya sekitar Rp 5 miliar saja. "Angka Rp 5 miliar dalam satu tahun itu pelecehan kalau tujuannya membangkitkan teh," ujarnya.
Saat ini merupakan situasi yang genting untuk penggiat teh. Perkebunan rakyat misalnya, hanya mampu memproduksi kurang dari 1 ton per ha. Untuk itu perkebunan rakyat akan menjadi prioritas revitalisasi.