EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan menyakini bahwa Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sudah meengakormodir kebutuhan semua pihak. Pasar terbesar produk kayu Indonesia yaitu Uni Eropa, bahkan memberikan pengakuannya dengan penandatanganan perjanjian kemitraan sukarela VPA (Voluntary Partnership Agreement).
Namun keberadaan SVLK kini tengah terganjal masalah lain. Skema Forest Stewardship Council (FSC) yang berlaku di seluruh dunia memperketat persyaratan pemasaran produk kehutanan, khususnya pulp dan kertas. Walaupun Indonesia sudah menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sekalipun, sistem ini masih diragukan keefektifannya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) bidang Hutan Tanaman Nana Suparna mengaku heran dengan mosi keraguan yang dilontarkan terhadap SVLK. Kalau memang tujuannya menerapkan prinsip hutan lestari, SVLK menurut dia sudah memenuhi semua indikator yang dituntut pasar.
Ia pun berharap pemerintah dapat mengusahakan pengakuan SVLK ke negara dan konsumen kayu lainnya. "Saat ini sertifikat selain FSC tidak dihiraukan," katanya.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Perkebunan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nusa Eka mengimbau agar Industri dalam negeri jangan sampai terpengaruh dengan kampanye penekslusifan FSC. Semua pihak harus memberikan dukungan pada SVLK sebagai jaminan produk lestari.