EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menghelat rapat koordinasi terkait pelaksanaan program sistem logistik nasional (sislognas). Deputi Bidang Koordinator Perniagaan dan Kewirausahaan Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawady menjelaskan fokus program ini pada 2014 adalah penguatan sumber daya manusia (SDM) dan daya saing kegiatan usaha di bidang logistik.
"Karena kita akan hadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Jadi, ada dua fokus yaitu daya saing global SDM logistik dan kegiatan usaha logistik," ujar Edy kepada Republika di kantornya, Kamis (9/1).
Sislognas adalah suatu sistem yang mampu menjamin berlangsungnya proses distribusi barang dari satu tempat ke tempat lain dengan baik dan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam skala nasional. Sislognas diharapkan mendukung proses pengelolaan rantai suplai berskala nasional.
Untuk mendukung sislognas, Edy menyebut pemerintah terus mendorong percepatan pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara dan Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara sebagai global hub untuk angkutan laut. Hal ini seiring dengan penerapan asas cabotage.
"Kalau di dalam rencananya, Bitung itu 2017. Kita ingin 2015 sudah terbangun semua karena di sana ada KEK (kawasan ekonomi khusus)," kata Edy.
Selain pembangunan pelabuhan, Edy mengatakan pembangunan sekolah logistik juga didorong. Tujuannya agar SDM-SDM yang bergerak di bidang logistik adalah putra-putri bangsa. Untuk mendukung sertifikasi, Edy menjelaskan, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pun turut dilibatkan agar kompetensi SDM diakui.
"Banyak perusahaan jasa logistik internasional yang telah berminat pindah ke Kuala Tanjung dan Bitung," kata Edy.
Ditemui terpisah, Ketua Umum Indonesia Nasional Shipowner Association Carmelita Hartoto menjelaskan asosiasinya akan terus menyampaikan usulan-usulan konkret agar sislognas di tahun politik ini bisa berjalan baik. Hal tersebut disebabkan penerapan MEA semakin dekat yaitu Desember 2015.
"Yang dikhawatirkan adalah kita sebagai penonton saja di 2015," ujar Carmelita.
Lebih lanjut, Carmelita meminta agar pemerintah konsisten menjalankan asas cabotage. Komitmen tinggi pemerintah diharapkan tidak hanya tertuang dalam peraturan perundang-undangan semata, melainkan juga dalam implementasi di lapangan.
"Masih ada pejabat-pejabat pemerintah yang belum mengerti cabotage. Padahal ini kan bukan hanya kepentingan pelayaran, tapi juga kedaulatan negara," kata Carmelita.
Asas cabotage adalah keharusan seluruh kapal yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia menggunakan kapal berbendera Indonesia. Asas ini jelas membatasi lalu lintas domestik suatu negara. Menurut Carmelita, penerapan asas cabotage secara utuh dapat berimplikasi pada perekonomian nasional.
"Misalnya, memajukan bank-bank dengan adanya cabotage ini. Lalu ada penambahan pembayar pajak. Itu semua kan dalam rangka membangun negara kita," kata Carmelita.
Edy menambahkan, penerapan asas cabotage dalam pelayaran nasional telah diterapkan. Akan tetapi, terdapat pengecualian-pengecualian seperti untuk kapal kruk yang besar maupun tug boat di lepas pantai. Meskipun begitu, Edy meyakini 2015 asas ini mampu diterapkan secara penuh.