EKBIS.CO, NEW YORK -- Negara-negara berkembang (emerging markets) ditengarai sedang menghadapi masalah perekonomian serius. Era ekonomi bunga rendah dan uang murah yang mengalir ke emerging markets kini tinggal kenangan.
Periode setelah pemulihan krisis 2008 di negara-negara maju membuat perekonomian negara-negara berkembang tidak lagi 'hot'. Kalangan manajer investasi global menilai, kondisi ini akan diperparah dengan mulai ditariknya pembelian stimulus dari bank sentral AS, Jepang, dan Inggris.
"Ini seperti periode 1990-an ketika krisis finansial di negara-negara ini datang dan menenggelamkan mereka," kata Michael Shaoul, kepala dan pejabat eksekutif Marketfield Asset Management yang mengelola dana hingga 20 miliar dolar AS, Selasa (28/1).
Kondisi perekonomian negara-negara berkembang saat ini, menurut dia, merupakan yang terparah setelah era 1998. Pemegang kebijakan di negara-negara ini dianggap tidak membuat kebijakan yang tepat, minim penyesuaian, dan masih korupnya pemerintahan lokal.
Yang terjadi saat ini, Shaoul menegaskan, investor-investor menarik dananya dari negara-negara berkembang. "Begitu dana-dana itu keluar, mereka semakin yakin tidak menguntungkan untuk terus menanam modal di sana," kata dia.
Emerging markets seperti Turki, Argentina, Brasil, India, dan Indonesia menghadapi persoalan serius terkait nilai tukar yang terus terdpresiasi atas dolar AS. Negara-negara ini juga mengadapi beban fiskal berat dan jurang defisit transaksi berjalan yang tinggi.
Dana Moneter Internasional (IMF) sudah memperingatkan perlambatan yang terjadi di negara-negara berkembang, sementara negara-negara maju menikmati pertumbuhan.
IMF meminta pemegang kebijakan di emerging markets untuk mengelola dengan tepat kerentanan akibat pelemahan nilai tukar, tingginya suku bunga kredit, dan perlunya penyesuaian struktural.