EKBIS.CO, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Ina Primiana mengatakan, terdapat tiga hal krusial yang tengah dihadapi oleh sektor industri menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
Pertama, kinerja logistik. Menurut Ina, tingginya beban logistik belum bisa ditekan akibat pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang belum maksimal. "Itu beban jelang MEA," ujar Ina.
Berdasarkan data The Logistic Performance Index dari Bank Dunia per 2012, kinerja logistik Indonesia pada tahun tersebut berada pada peringkat 59 dunia. Untuk kawasan ASEAN, Indonesia berada pada peringkat keenam di bawah Singapura (peringkat 1 dunia), Malaysia (29), Thailand (38), Filipina (52) dan Vietnam (53).
Infrastruktur adalah kendala terbesar karena mendapatkan penilaian terburuk di antara komponen penilaian lainnya. Peringkat subindex infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 85 dunia. Sementara Singapura berada pada peringkat kedua, Malaysia (27), Thailand (44), Filipina (44) dan Vietnam (72).
Kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM). Ina mengatakan, belum mumpuninya kualitas SDM memiliki korelasi yang erat dengan kualitas produk yang dihasilkan industri dalam negeri. "Ujung-ujungnya ke daya saing produk di kawasan," kata Ina.
Ketiga, dukungan kebijakan. Menurut Ina, industri dalam negeri mutlak didukung oleh kebijakan lintas kementerian dan lembaga. Kementerian Perindustrian tidak dapat berdiri sendiri. Apalagi jika Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memutuskan untuk menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) maupun Kementerian Keuangan yang tidak memberikan insentif pajak. "Selama ini tidak inline, itu juga menjadi berat. Jadi, tiga hal itu yang dihadapi industri," ujar Ina.
Ina menjelaskan, sejumlah industri menengah di dalam negeri telah mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara. Akan tetapi untuk industri mikro dan kecil, pembenahan ketiga aspek krusial di atas menjadi niscaya. "Agar mereka mampu bersaing," kata Ina.
Sementara untuk industri menengah, dukungan kebijakan harus diberikan. Terlebih, kualitas produk telah diakui. "Tapi ketika mau ekspor, ketiadaan dukungan membuat sulit bersaing," ujar Ina.