EKBIS.CO, PARIS -- Investasi di negara berkembang diperkirakan akan merosot tahun ini, sebagai bagian dari penurunan pengeluaran perusahaan global yang akan berlangsung hingga 2015.
Menurut laporan yang baru dirilis Standard & Poor's (S&P), seperti dilansir AFP, Selasa (1/7), investasi perusahaan seluruh dunia diperkirakan menyusut 0,5 persen pada tahun ini, setelah jatuh satu persen pada 2013 atau melambat sekitar 3,3 triliun dolar AS selama tiga tahun berturut-turut.
"Sebuah pemulihan dalam belanja modal (capex) tetap menjadi salah satu tren yang paling tajam diantisipasi dalam ekonomi global," kata Gareth Williams, ekonom sektor korporasi S&P di London.
"Survei kami menunjukkan siklus belanja modal tetap terjebak dalam netral, karena penurun komoditas dan belanja modal di pasar negara berkembang membayangi perubahan moderat di pasar negara maju," tambah Williams.
S&P memperkirakan 2.000 perusahaan utama berdasarkan belanja modal globalnya memegang sekitar 4,5 triliun dolar AS pada kas dalam neraca keuangan mereka pada akhir tahun lalu. Sebagai dampaknya, ungkap S&P, penurunan investasi akan terjadi di negara-negara berkembang, termasuk di negara-negara BRIC seperti Brasil, Rusia, India dan Cina, di mana pengeluaran perusahaan diperkirakan turun empat persen tahun ini setelah penurunan yang sama pada 2013.
"Ini adalah pembalikan yang signifikan dari tren kenaikan sebelumnya dan telah meninggalkan pertumbuhan belanja modal global lebih bergantung pada pasar negara maju yang sedang tumbuh lambat," kata S&P dalam siaran persnya.
Sektor energi dan komoditas, jenis industri investasi tinggi yang menyumbang sekitar 42 persen dari pengeluaran perusahaan global pada 2013, juga telah mulai mengencangkan dompet. Perusahaan-perusahaan pertambangan besar seperti BHP Billiton dan Rio Tinto sudah mulai memotong pengeluaran di tengah kekhawatiran tentang prospek jangka panjang harga komoditas karena pertumbuhan ekonomi di pembeli besar seperti Cina melambat.
S&P mengatakan sekarang ada bukti pertumbuhan melambat di sektor minyak dan gas yang lebih besar, di mana pembeli utama dunia seperti PetroChina, Gazprom dan Petrobras sedang terhalang oleh penurunan keuntungan dan penurunan pinjaman bank.