EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Institute of Developing for Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai rantai distribusi Indonesia masih belum efisien. Jika tak segeta dibenahi, maka akan menjadi ancaman bagi daya saing produk Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang.
Dicontohkan Enny, masyarakat lebih memilih membeli jeruk Cina ketimbang jeruk Medan karena pertimbangan harga. Produk-produk pertanian impor, katanya, dikirim dalam jumlah besar menggunakan kontainer. Sistem ini pada akhirnya mampu menekan biaya transportasi sehingga harga produk di pasaran lebih murah.
"Bandingkan dengan jeruk Medan yang memiliki rantai pasok panjang dan makan waktu lama," katanya saat dihubungi ROL, Jumat (15/8). Dengan rantai distribusi yang panjang, produk dapat membusuk. Ujung-ujungnya, biaya untuk menutup kerugian dibebankan kepada konsumen.
Sebenarnya, potensi demografi dan geografi Indonesia sangat memimpin di kawasan ASEAN. Namun, potensi itu tidak dimanfaatkan dengan baik. "Kesalahan kita adalah tidak pernah menyiapkan diri untuk memiliki produk yang berdaya saing," kata Enny.
Dalam ekonomi, daya saing dinilai dari harga. Apakah suatu produk memiliki harga yang pantas bagi konsumen. Saat ini, penetrasi barang impor dari Malaysia dan Singapura makin merajalela. Kondisi inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang krusial dalam sistem distribusi.
"Kita lihat secara geografis Kalimantan dan Sulawesi sangat dekat dengan Singapura, kalau ini sudah MEA mereka bisa beli dari negara tetangga dan keadaan ini mengancam produk Indonesia," ujar dia.