EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Jepang dan Indonesia sedang berupaya melakukan perbaikan infrastuktur di negeri ini. Kendati demikian, pembangunan infrastruktur kerap menemui banyak kendala.
Kijima Yoshiko dari Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia mengatakan, kendala utama pembangunan infrstruktur di Indonesia adalah pembebasan lahan. "Sekarang ini, Jepang dan RI sedang berupaya melakukan perbaikan infrastruktur," kata dia, Rabu (1/10).
Menurut Kijima, ada tiga hal yang sedang diupayakan Jepang dan Indonesia untuk memperbaiki infrastruktur. Pertama, meningkatkan anggaran infrastruktur. Kedua, menggunakan pinjaman seperti dari Jepang. "Ketiga, menggunakan investasi pihak swasta," kata dia.
Sejak 2008 hingga 2012, Jepang sudah mengalokasikan dana hibah sebesar 276,1 miliar Yen ke Indonesia. Negeri Sakura itu juga gencar memberikan pinjaman untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Pada kurun waktu yang sama, Jepang sudah mengalokasikan dana pinjaman sebesar 4,639 triliun Yen untuk Indonesia.
Pembangunan proyek yang menggunakan dana hibah dan pinjaman dari Jepang dikoordinasikan melalui Japan's Official Development Assistance (ODA). Sekarang ini, Japan's ODA memegang 45 proyek infrastruktur di Indonesia. Sementara dari 45 proyek tersebut, 20 merupakan proyek besar seperti pembangunan kereta cepat atasu mass rapid transit (MRT). Pembangunan MRT di Jakarta menggunakan dana pinjaman dari Japan International Cooperation Agency (JICA).
Kazumitsu Muraoka dari JICA mengatakan, JICA mengalokasikan dana pinjaman Rp 14 triliun untuk pembangunan MRT dari Bundaran HI-Lebak Bulus. JICA juga akan menggelontorkan pinjaman untuk pembangunan MRT tahap kedua, yaitu jalur Bundaran HI-Ancol. Namun, Muraoka tidak bisa memastikan besaran pinjaman. "Tergantung hasil pembangunan fase satu," ujar dia.
JICA juga merekomdasikan pembangunan bandar udara di Karawang, Jawa Barat. JICA juga bakal terlibat dalam pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Muraoka menyatakan, pembangunan dua proyek infrastruktur itu masih menunggu pembahasan oleh pemerintah Indonesia. "Soal besaran anggaran juga masih dibahas oleh pemerintah Indonesia," kata dia.
Kepastian pembangunan Bandara Karawang masih menunggu pemerintahan baru terbentuk pada Oktober mendatang. Namun, bandara itu direncanakan akan mengusung bandara ramah lingkungan.
Berdasarkan kajian JICA, area bandara membutuhkan wilayah seluas empat ribu hektare. Rencananya, bandara ini akan berada di wilayah selatan Karawang yang memiliki luas hutan 11 ribu hektare.