Rabu 08 Oct 2014 09:00 WIB

Camilan Tradisional Naik Kelas Lewat Desanesia

Rep: C88/ Red: Winda Destiana Putri
Usaha kecil menengah/UKM (ilustrasi)
Foto: Antara
Usaha kecil menengah/UKM (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Dunia kuliner Indonesia kini semakin semarak dengan kehadiran Desanesia. Desanesia adalah produsen makanan ringan yang memproduksi dua macam camilan yaitu ranginang dan keripik bayam.

Ranginang dan keripik bayam kerap diidentikkan sebagai camilan kampung. Tetapi menilik ranginang dan keripik bayam Desanesia niscaya anggapan itu terbantahkan.

Ranginang bikinan Desanesia tergolong unik. Ukurannya sengaja dibuat mini hanya seukuran gundu. Ranginang mini hadir dengan empat varian rasa yakni keju, keju manis, keju pedas, dan coklat.

Tak hanya itu, Desanesia mengemas produknya dengan desain yang ngepop. Kemasan Desanesia berbentuk prisma segitiga dengan warna-warna cerah seperti merah, hijau, dan kuning.

Adalah Adinda Soraya Mutialarang, sosok di balik produk-produk Desanesia. Alumnus Jurusan Agribisnis Universitas Padjajaran ini memenuhi panggilan hatinya untuk menjadi pengusaha dengan membina kaum wanita dari dua desa.

Dalam membina para anggota Desanesia, Adinda tidak bekerja sendirian. Ia bekerja bersama dua rekannya, Wahyu Eko Widodo dan Sri Nur Cholidah.  Adinda dan tim kecilnya membina Desa Cikoneng di Kabupaten Bandung dan Desa Cikidang di Kabupaten Bandung Barat. Para wanita di Desa Cikoneng, yang mayoritas kaum ibu, giat memproduksi ranginang mini aneka rasa. Sementara untuk pembuatan keripik bayam diserahkan kepada ibu-ibu dari Desa Cikidang.

Sebelum menentukan desa binaan, Adinda dan tim kecilnya mensurvey sembilan desa. “Lewat analisis SWOT akhirnya kami menentukan kedua desa tersebut potensinya cocok untuk kami bina,” terang dara kelahiran 25 tahun silam itu.

Desa Cikoneng dipilih sebagai lokasi produksi ranginang karena sebelumnya di desa itu sudah banyak usaha rumahan ranginang. Akan tetapi masing-masing usaha bergerak sendiri dalam skala kecil sehingga menurut tim Dinda hal ini tidak optimal. Terlebih lagi, di desa tersebut hanya ada satu usaha ranginang yang berkembang pesat. "Ibu-ibu hanya menjadi buruh di situ," ungkapnya.

Melihat ketimpangan usaha di Cikoneng, Adinda tergelitik untuk ikut membantu membesarkan industri ranginang. Oleh karenanya mereka menghimpun kaum ibu di Desa Cikoneng agar lebih terorganisir dalam menjalankan bisnisnya.

Sementara itu, Cikidang menjadi tempat produksi keripik bayam mengingat wilayah tersebut mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani hortikultura. Para petani dihadapkan dengan harga sayuran yang senantiasa anjlok kala musim panen tiba.

Ironisnya tiap tiba masa panen raya para petani memilih untuk tidak memanen tanamannya karena harga jual tidak menutup biaya tanam dan panen. Adinda yang melihat sayuran menganggur sia-sia akhirnya mencoba mengolahnya menjadi keripik.

Demi memperoleh resep yang jitu dalam membuat ranginang dan keripik bayam, Dinda menggandeng rekannya dari Tata Boga Universitas Pendidikan Indonesia. Selama beberapa pertemuan dengan kelompok, rekannya mendampingi untuk memberikan arahan bagaimana cara membuat kedua camilan itu.

Berkat Desanesia, para ibu yang aktif memproduksi kedua camilan itu memperoleh tambahan penghasilan antara Rp 500-700 ribu per bulan. Pendapatan itu diperoleh dari upah mereka dalam membuat ranginang atau keripik serta ditambah bagi hasil laba untuk produk yang berhasil terjual. Di akhir tahun, para anggota juga masih mendapat bagi hasil tahunan kelompok.

Tidak ada penolakan berarti yang diterima Dinda dan timnya saat mulai masuk ke dua desa tersebut. Kendala yang dihadapi, tuturnya, ketika ada anggota yang memutuskan untuk keluar dari kelompok. "Satu orang yang keluar bisa memengaruhi anggota lain sehingga kami harus tetap menjaga semangat kelompok," ucapnya.

Dinda mengatakan pada mulanya sedikitnya ada 20 wanita yang bergabung di tiap desa. Tetapi seiring berjalannya waktu, saat ini tiap kelompok di desa binaannya menyisakan tak lebih dari sepuluh anggota aktif.

Sejauh ini promosi yang dilakukan Desanesia adalah melalui jejaring sosial. "Di awal peluncuran kami juga memasang iklan di radio," terang Dinda.

Desanesia dikemas dalam wadah berukuran seratus gram. Harga jual ranginang mini dipatok Rp 23 ribu rupiah. Sedangkan keripik bayam dihargai Rp 15 ribu.

Dituturkan Dinda, modal awal untuk membangun Desanesia diperoleh dari dana hibah sebuah LSM di Bandung. LSM tersebut, lanjut Dinda, menggelontorkan bantuan sebesar Rp 50 juta rupiah per desa. Uang tersebut digunakan untuk operasional dan membeli peralatan produksi.

Penjualan Desanesia dilakukan via enam reseller yang tersebar di Bandung, Bekasi, Serang, dan Lampung. Selain itu Desanesia pun dijual di sebuah mal di Bandung yang memang menyediakan outlet khusus produk-produk UMKM. Sistem yang diterapkan berupa konsinyasi.

Adinda mengatakan daya tahan produknya bisa mencapai tiga hingga empat bulan. Tiap bulannya Desanesia rata-rata mampu membukukan omset Rp 5-10 juta. "Banyaknya omset tergantung pesanan yang masuk," tambahnya.

Untuk target ke depan, gadis penyuka hobi jalan-jalan ini ingin memperluas ekspansi pasar Desanesia. Pasar yang ada saat ini menurutnya masih belum optimal. Ia berpendapat semakin banyak produk yang terjual maka masyarakat akan semakin percaya pada Desanesia.

Usaha Adinda menggerakkan kaum ibu lewat Desanesia akhirnya membuahkan hasil manis. Ia terpilih sebagai pemenang dalam ajang Danamon Social Entrepreneur Award 2014. Penghargaan itu tentu saja semakin menambah motivasi Adinda dan semua yang terlibat di Desanesia untuk berkarya.

Penghargaan ini juga menjadi ajang pembuktian Dinda kepada kedua orang tuanya bahwa menjadi pengusaha adalah pekerjaan yang mulia. Ia mengakui saat memulai Desanesia kedua orang tuanya kurang memberi dukungan. 

Seperti orang tua pada umumnya, mereka ingin agar selepas kuliah Dinda bekerja sebagai orang kantoran. Tetapi lambat laun ia bisa memberi pengertian kepada ayah ibunya bahwa menjadi pengusaha adalah pilihan hidupnya. "Saya ingin berguna untuk orang lain karena sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat kepada sesama," pungkasnya. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement