EKBIS.CO, JAKARTA -- Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia menyatakan bahwa perbankan syariah belum siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) karena kualitas sumber daya manusia (SDM), regulasi, dan infrastruktur. Akibatnya, bank syariah terkendala dan belum siap menghadapi era MEA yang akan berlaku tahun 2015.
Dewan IAEI Indonesia, Mustafa Edwin Nasution mengatakan, di tahun 2015 nanti, akan terjadi arus bebas keluar masuk barang, jasa, hingga tenaga kerja antarnegara-negara di Asia Tenggara tanpa boleh ada hambatan. Kalau dilihat dari data jumlah penduduk, kata dia, Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak di Asia Tenggara dan pasarnya sangat luas.
Dia membandingkan, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 232.516.771 jiwa. Sementara Malaysia 27.913.990 jiwa, Singapura 5.140.300 jiwa, dan Brunei Darussalam hanya 407.045 jiwa. Besarnya jumlah penduduk Indonesia ternyata ikut mempengaruhi permintaan terhadap produk perbankan syariah yang ikut meningkat. Dia menyebutkan bahwa permintaan produk bank syariah pesat dan bahkan membuat kewalahan.
“Orang mulai sadar bahwa sistem ekonomi syariah ini lebih baik dibandingkan yang sudah ada. Sistem ekonom Islami penuh keadilan dan menghindari spekulasi-spekulasi,” katanya saat menjadi pembicara Seminar Nasional ekonomi syariah yang diselenggarakan Universitasi Prof Dr Moestopo (Beragama) bertema 'Penyiapan SDM Berbasis Kompetensi Syariah dalam Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA 2015', di Jakarta Selatan, Sabtu (11/10).
Namun, kata dia, pertumbuhan permintaan ini tidak sejalan dengan SDM yang dimiliki bank syariah. Meski integrasi perbankan baru dimulai pada 2020, ternyata SDM perbankan syariah belum memiliki kualitas yang bagus.
Ia menyebutkan indeks tingkat kompetitif Global SDM Indonesia pada tahun 2010 berada pada peringkat 44. Sementara Singapura yang menduduki ranking lebih tinggi yaitu nomor 3 dan Malaysia di peringkat 26.
Selain itu, kata dia, ada kesan bahwa SDM yang bekerja di bank syariah adalah orang-orang yang asal jurusan kuliahnya bukan dari Ekonomi Islam. “Sehingga, SDM yang ada tidak mampu melayani masyarakat dan nasabahnya dengan baik,” ujarnya.