Rabu 29 Oct 2014 12:20 WIB

Enaknya Pakai Gas Bumi tanpa Subsidi

Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Warga memasak dengan menggunakan gas alam milik PGN di Rusanawa Bidaracina, Jakarta, Senin (25/8).(Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga memasak dengan menggunakan gas alam milik PGN di Rusanawa Bidaracina, Jakarta, Senin (25/8).(Republika/ Yasin Habibi)

Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

Komitmen Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam menyediakan bahan bakar alternatif tidak perlu diragukan lagi. Pada saat pemerintah berupaya mendorong terjadinya konversi bahan bakar, baik untuk kendaraan pribadi maupun keperluan dapur, PGN sudah menerapkannya terlebih dulu.

Tengok saja fasilitas di Rumah Susun (Rusun) Bidaracina, misalnya. Rusun yang terletak di Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, sudah terpasang pipa gas bumi milik PGN. Warga pun merasa diuntungkan dengan adanya fasilitas tersebut.

Salah satu penghuni Rusun Bidaracina, Parmin mengatakan, warga yang tinggal di berbagai blok sudah belasan tahun menggunakan gas bumi untuk keperluan memasak sehari-hari. Dia mengaku, termasuk penghuni awal Rusun Bidaracina, yang dibangun mulai 1995. Atas pertimbangan dituakan warga lain, ia diangkat menjadi ketua RT 06.

"Saya dan warga sudah memakai gas dari PGN ini sudah lama. Saya menggunakannya, tepatnya sejak 1997," kata Parmin dengan semangat kepada Republika, Senin (27/10).

Parmin mengaku, dirinya ataupun warga sangat terbantu dengan fasilitas pipa gas yang dialirkan ke rusun. Dia merujuk kawannya yang tinggal di kampung sebelah, dan tidak bisa menikmati fasilitas gas bumi. Dampaknya, ketika tabung gas habis, kawannya itu harus membeli dengan harga lebih mahal. Dan, kadang muncul masalah karena tabung tidak tersedia sewaktu-waktu.

Menurut Parmin, tentu saja pertimbangan praktis karena selalu siap ketika ingin digunakan. Biaya pemakaiannya yang sangat terjangkau juga menjadi pertimbangan. Jika dikomparasikan dengan gas LPG yang dijual Pertamina, kata dia, harga per kubik gas bumi PGN jauh lebih murah.

Parmin mengisahkan, untuk kebutuhan masak sehari-hari selama sebulan, istrinya hanya perlu membayar rata-rata Rp 28 ribu. Cara pembayarannya pun cukup mudah, mirip sistem bayar listrik, yaitu lewat anjungan tunai mandiri (ATM) untuk melakukan transfer ke bank yang sudah ditunjuk.

Dia membuat catatan, kalau memakai tabung gas LPG ukuran tiga kilogram, pasti tidak sampai sepekan sudah habis. Padahal, harga jual di pasaran sekitar Rp 18 ribu per tabung. Karena itu, pihaknya tidak pernah ambil pusing ketika ada rencana kenaikan harga LPG.

"Kalau pakai tabung gas LPG, itu juga repot, harus ditukar dan dibawa ketika habis. Harganya pun lebih mahal. Masih enak pakai gas bumi ini, murah, aman, dan nyaman," katanya.

Menurut Parmin, sekitar 300 warga penghuni Rusun Bidaracina dari berbagai blok adalah pelanggan setia gas bumi PGN. Sebagai bukti, mereka tidak pernah mencoba untuk beralih menggunakan gas LPG, atau alat pemasak menggunakan daya listrik, apalagi kompor dengan bahan bakar minyak tanah yang sudah ditinggalkan. Belum lagi, kata dia, warga sangat taat dalam membayar tagihan yang tertera dalam meteran.

Kendati begitu, ia meminta kepada PGN untuk meningkatkan pelayanan. Itu lantaran tidak sedikit pipa gas yang sudah karatan lantaran sering terkena tetesan air rembesan dari kamar mandi. Dia menyatakan, tidak sedikit aliran air dari kamar mandi yang bocor hingga mengenai saluran pipa. Nyatanya, walaupun ia dan warga beberapa kali melaporkan hal itu ke petugas, hingga kini tidak ada respons.

Dia berani meminta pertanggung jawaban dengan pertimbangan ikut menyukseskan program konversi bahan bakar yang diusung pemerintah. Berdasarkan pengetahuannya, warga yang memakai gas bumi tidak ikut menikmati subsidi. Berbeda dengan pengguna LPG melon yang masih menerima subsidi pemerintah. Atas pertimbangan itulah, ia berharap, PGN lebih responsif dalam menerima keluhan konsumen.

Sebenarnya, lanjut dia, warga beberapa kali menggelar urunan untuk membantu perbaikan pipa yang rusak. Namun, kalau harus mengganti jaringan pipa yang cukup banyak lantaran termakan usia, tentu warga tidak sanggup.

"Kami setiap hari memeriksa meteran dan mengontrol pipa, kami hanya minta perbaikan. Kami juga siap dibebankan untuk ikut menanggung penggantian pipa dengan cara dimasukkan ke dalam biaya pembayaran per bulan, tapi jangan semuanya kami yang tanggung," kata Parmin.

Penghuni Rusun Bidaracina lainnya, Rani, mengaku penggunaan gas bumi sangat membantunya dalam memutar roda ekonomi keluarga. Kebetulan, perempuan berusia 40 tahun tersebut memiliki warung kecil yang menyediakan nasi uduk dan lontong sayur.

Dengan tidak memakai kompor gas, dia bisa jadi lebih irit dalam pengeluaran dan bisa meningkatkan margin keuntungan berjualan. “Keberadaan gas PGN membantu menekan biaya pengeluaran sebagai pedagang biasa. Enak pakai gas alam," kata Rani, yang sudah 11 tahun berlangganan gas bumi.

Bantu tekan subsidi

Rusun Bidaracina hanya contoh di antara banyak rusun yang mendapat pasokan gas PGN. Hal yang sama juga dirasakan penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Jakarta Utara, yang belum lama ini mulai menikmati aliran gas untuk keperluan rumah tangga.

Menurut Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso, pada tahap awal sebanyak 500 unit rumah di Kluster A yang sudah terpasang pipa gas PGN. Dari 500 unit rumah yang sudah terpasang pipa gas PGN, baru 280 unit rumah yang sudah dialiri gas PGN. Secara bertahap, PGN akan mengaliri 220 unit rumah lainnya. Selanjutnya, tahap kedua setidaknya 200 unit rumah di Kluster A juga bisa menikmati fasilitas itu.

Selain untuk kebutuhan rumah tangga, PGN yang mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam mewujudkan program kota yang ramah lingkungan, efisien, dan hemat energi (Eco City) juga menyediakan pengisian bahan bakar gas bernama mobile refueling unit (MRU) di wilayah waduk Pluit, Jakarta Utara.

Kehadiran MRU di wilayah ini diharapkan dapat memudahkan akses pengguna transportasi untuk mendapatkan bahan bakar gas (BBG) sebagai energi baik yang ramah lingkungan, efisien, dan bersumber dari Bumi Pertiwi.

Apalagi, kata dia, cadangan gas bumi Indonesia bisa bertahan hingga 150 tahun, berbeda dengan bahan bakar minyak (BBM) yang tinggal hitungan tahun kalau tidak ditemukan cadangan minyak baru. Sehingga, seharusnya rumah tangga di Indonesia lebih baik mengutamakan penggunaan gas bumi untuk kebutuhan energi.

Dia melanjutkan, dengan gas bumi, Indonesia bisa mencapai swasembada energi nasional dan tidak bergantung impor BBM ataupun LPG dari negara lain. "Melalui pemanfaatan gas bumi masyarakat sesungguhnya telah ikut berpartisipasi secara langsung untuk mengurangi beban subsidi pemerintah di sektor energi yang terus meningkat," kata Hendi.

Kepala Komunikasi Korporat PGN Ridha Ababil mengatakan, MRU di Waduk Pluit dapat melayani 500 kendaraan per hari. Dia menjelaskan, penempatan MRU di daerah itu bertujuan untuk mempercepat program pemanfaatan energi baik secara lebih masif, baik untuk perumahan maupun transportasi.

"PGN siap bekerja sama dengan Pemerintah DKI Jakarta melalui penyediaan infrastruktur gas bumi seperti yang sudah kami lakukan selama ini," kata Ridha.

PGN bersama Pemprov DKI Jakarta akan terus melakukan upaya peningkatan pemanfaatan energi gas bumi ke berbagai sektor kehidupan, seperti perumahan dan transportasi. Langkah strategis itu merupakan bagian dari program jangka panjang PGN untuk menjadikan gas bumi sebagai energi baik di seluruh negeri.

Ridha mengatakan, konsep Eco City yang akan dikembangkan Jakarta, membutuhkan komitmen, konsistensi, dan partisipasi semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat. Karena itu, PGN berharap upaya peningkatan penggunaan gas bumi di Ibu Kota agar mendapat dukungan positif dari stakeholders.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengapresiasi program sinergi antara PGN dan Pemprov DKI Jakarta yang menyediakan gas bumi bagi penghuni rusun. Dirjen Migas Kementerian ESDM, Edy Hermantoro, menyatakan pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas) merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi dan menekan subsidi BBM serta mendorong penggunaan energi yang lebih bersih.

Pembangunan Jargas, kata dia, dilakukan institusinya sejak tahun 2009. Hingga kini, sudah terpasang kurang lebih 73 ribu satuan rumah yang tersebar di seluruh Indonesia. Khusus untuk rusun di Jabotabek, pembangunan terbaru yang dimulai 2011 mampu dinikmati 5.234 rumah tangga, terdiri Rusun Tebet Berlian (120 SR), Tebet Harum (320 SR), Tzuchi (1.055 SR), Cinta Kasih (582 SR), Flamboyan (560 SR), TNI AL (95 SR), Marunda (700 SR), Sukapura (100 SR), Tipar Cakung (1.000 SR), Manis Jaya (382 SR), dan Menteng Sari (320 SR).

"Pembangunan jargas tersebut merupakan bukti dari komitmen pemerintah untuk mendukung percepatan konversi energi ke gas bumi," kata Edy.

Dia mengatakan, untuk rumah tangga di Marunda merupakan tahap awal pengoperasian jargas di rusun Jabotabek. Kemudian, PGN akan melakukan pengoperasian jargas di rusun yang lain secara bertahap. Melalui sinergi yang melibatkan pemerintah pusat, PGN dan Pemprov DKI, masyarakat di Rusunawa Marunda dapat memanfaatkan gas bumi yang lebih murah, ramah lingkungan, dan aman.

"Sinergi ini adalah kunci bagi upaya percepatan pemanfaatan gas bumi yang terus diupayakan oleh pemerintah. Kami terus mendorong BUMN dan stakeholder lain, seperti pemerintah daerah untuk memperluas pemanfaatan gas bumi di berbagai wilayah di Indonesia," kata Edy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement