EKBIS.CO, JAKARTA--Sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah pajak. Migas juga menjadi penyedia energi bagi ekonomi nasional. Industri hulu migas merupakan proyek negara dengan manajemen berada di tangan pemerintah.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudianto Rimbono menerangkan, setiap tahunnya, sekitar 30 persen penerimaan negara berasal dari sektor ini. Menurut dia, jauh sebelum industri lain berkembang, hulu migas sudah menjadi sumber utama devisa.
Hasil migas pada periode 1970- an memungkinkan Indonesia mencanangkan rencana pembangunan lima tahun (Repelita) dan membangun infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi yang saat ini dipergunakan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor lain.
Selain sebagai penyumbang penerimaan negara, kata Rudianto, sektor hulu migas menjadi penyedia energi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menyadari strategisnya sektor ini, negara menjadikan industri hulu migas sebagai proyek negara dengan manajemen operasional berada di tangan pemerintah.
Peran negara sangat tampak ketika dilakukan tender wilayah kerja migas yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Penyiapan tender ini diawali dengan survei awal yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi migas.
"Tahap awal ini sangat menentukan sukses bisnis hulu migas secara keseluruhan karena pencarian cadangan migas bersifat tidak pasti," kata Rudianto.
Dia melanjutkan, setelah mengidentifikasi area-area yang diperkirakan mengandung migas, Ditjen Migas selanjutnya menawarkan wilayah kerja ini melalui tender terbuka.
Selanjutnya, investor yang berminat akan menyampaikan ketertarikan mereka, termasuk komitmen eksplorasi selama tiga tahun pertama. Proposal mereka menjadi dasar dalam menentukan pemenang tender untuk masing- masing wilayah kerja.
Setelah pemenang ditetapkan, langkah selanjutnya adalah merumuskan kontrak kerja
sama. Pada fase ini pemerintah akan berusaha membuat kontrak yang paling menguntungkan bagi negara, namun tetap menarik bagi investor.
Tahap berikutnya adalah penandatanganan kontrak kerja sama dengan pemenang tender yang disebut sebagai kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS). SKK Migas bertindak sebagai wakil pemerintah dalam penandatanganan kontrak ini. "Dulu, SKK Migas dikenal dengan nama BP Migas. Fungsi BP Migas kini dilakukan SKK Migas," ujar Rudianto.
Rudianto menerangkan, kontrak kerja sama dilaksanakan paling lama 30 tahun. Kontraktor dapat mengajukan perpanjangan paling lama 20 tahun. Kontrak ini terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi. Jangka waktu eksplorasi adalah 6 tahun dan dapat diperpanjang selama 4 tahun.
Sebagai wakil negara, kata dia, SKK Migas mempunyai peran sangat strategis. Selama masa eksplorasi, SKK Migas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan komitmen yang telah dijanjikan kontraktor. Bila selama masa enam tahun pertama kontraktor tidak melaksanakan komitmen atau tidak berhasil menemukan cadangan yang komersial, SKK Migas akan memberikan rekomen-dasi kepada Kementerian ESDM untuk melakukan terminasi atas kontrak atau memperpanjang kontrak selama empat tahun.
Jika berhasil menemukan cadangan yang cukup komersial, kontraktor akan menyusun rencana pengembangan pertama atau plan of development (POD) I. SKK Migas akan menyampaikan evaluasi dan rekomendasi untuk POD I ini ke- pada Menteri ESDM. Keputusan untuk menyetujui POD I ini berada di tangan Menteri ESDM. Persetujuan terhadap POD I ini menandai bahwa sebuah wilayah kerja telah memasuki fase produksi.
Dalam fase produksi, SKK Migas melanjutkan pengendalian atas kontrak kerja sama melalui persetujuan rencana kerja dan anggaran atau Work Program and Budget (WP&B) tahunan dari kontraktor KKS dan otorisasi pengeluaran atau authorization for expenditure (AFE). SKK Migas juga memberikan persetujuan untuk POD kedua dan POD selanjutnya. Pengendalian yang dilakukan oleh SKK Migas ini bertujuan memaksimalkan hasil kegiatan usaha hulu migas untuk kesejahteraan rakyat.
Seluruh hasil penerimaan negara dari kegiatan hulu migas, baik yang berasal dari bagi hasil maupun dari penerimaan pajak, tidak masuk ke rekening SKK Migas, tetapi langsung masuk ke kas negara melalui Menteri Keuangan. Dana ini selanjutnya disalurkan ke seluruh rakyat Indonesia melalui mekanisme APBN.
Kepastian hukum
Pada 2015, pemerintah menargetkan lifting minyak 900 ribu barel per hari (bph) dan gas 1,24 juta barel setara minyak per hari. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Priagung Rakhmanto mengatakan, salah satu hal yang perlu dilakukan pemerintah agar target tersebut bisa dicapai adalah mengukuhkan status hukum SKK Migas. Kepastian hukum atas status SKK Migas menjadi faktor penting dalam rangkaian upaya mendongkrak lifting minyak dan gas.
Untuk itu, kata Priagung, pemerintahan baru saat ini diharapkan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang status baru SKK Migas atau merevisi UU Minyak dan Gas (Migas) yang isinya memberikan kewenangan memadai kepada SKK Migas untuk bisa menjalankan tugasnya, di antaranya meningkatkan produksi.
"SKK Migas sebaiknya menjadi entitas bisnis murni, idealnya berbentuk badan usaha milik negara (BUMN) yang menjadi mitra kerja KKKS," kata Priagung.
Analis energi Bower Group Asia Rangga Dian Fadillah menambahkan, status SKK Migas yang masih sementara dan hanya berlandaskan perpres telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.
Apalagi, kemudian muncul isu pembubaran lembaga tersebut. Karena itulah, pemerintah dan DPR harus segera mengambil langkah dengan memperjelas status SKK Migas melalui revisi UU
Migas. adv