EKBIS.CO, JAKARTA -- Jumlah sukuk korporasi yang beredar masih kecil dibandingkan obligasi. Faktor likuiditas dan edukasi investor kerap jadi soal.
Anggota Dewan Syariah Nasional dan Praktisi Ekonomi Syariah Gunawan Yasni mengakui sukuk korporasi memang stagnan. Ini berbeda dengan sukuk negara yang tumbuh cukup baik bahkan lebih baik dari Malaysia.
Meski Malaysia mengklaim sukuk negaranya besar, Gunawan mengungkapkan perlu ditinjau siapa yang membeli sebab pembelinya adalah pemerintah dan BUMN. ''Agar debt service ratio tidak negatif, sukuk yang mereka keluarkan pun jangka pendek hanya satu tahun,'' kata dia.
Berbeda dengan sukuk Indonesia yang sukuk ritel negaranya saja tiga tahun. Pembelinya pun masyarakat, bukan pemerintah dan BUMN.
Saat dilepas oleh masyarakat pun yang berminat membeli adalah asing. Artinya, lajut Gunawan, sukuk Indonesia lebih diminati, meski angkanya bukan yang terbesar. Sebaran sukuk Indonesia sebarannya lebih variatif.
''Ditimbang dari maslahat, sukuk Indonesia lebih baik karena umat terlibat dan inklusifitasnya lebih tinggi,'' ungkap Gunawan. Jikapun porsi sukuk yang selama ini lebih kecil dari obligasi, ini berkaitan dengan //size//.
Maka yang harus dilakukan adalah memperbesar jumlahnya. Harus ada dorongan agar sukuk korporasi bisa lebih banyak jumlahnya.''Pemerintah bahkan punya terobosan dimana sukuk bisa membiayai proyek. Sementara obligasi negara tidak,'' kata Gunawan.