EKBIS.CO, JAKARTA - Lembaga Riset Ekonomi Katadata, mengatakan, meski harga minyak mentah dunia sedang mengalami penurunan di kisaran 80 Dollar Amerika, tapi harga BBM bersubsidi tetap perlu dinaikkan. Ini dilakukan karena Nilai tukar rupiah saat ini juga cenderung melemah.
Menurut Research Director Katadata Heri Susanto, pemerintah perlu menerapkan kembali kebijakan subsidi tetap. "Dengan mekanise ini, subsidi perliter BBM diberikan sesuai plafon dengan kisaran tertentu yang mengacu pada harga pasar," kata Heri di Jakarta, Kamis (13/11).
Dengan menerapkan kebijakan tersebut harga BBM bisa berubah setiap bulannya, sesuai dengan perkembangan harga pasar. "Intinya kaya harga pasar, setiap bulan bahkan setiap waktu bisa berubah-ubah," kata Heri saat diskusi di Cikini, Jakarta Pusat.
Kebijakan subsidi tetap ini sebenarnya sudab pernah dilakukan di era pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri. Menurut Heri ada beberapa alasan yang mendasari kenapa harus melakukan kebijakan subsidi tetap ini.
Salah satu alasannya adalah karena, besaran subsidi BBM akan tetap terkendali dan tidak mengganggu APBN. Karena, lanjut Heri belanja subsidi BBM selama ini selalu bengkak. Selama 13 tahun, realisasi subsidi BBM kebanyakan melampaui alokasi yang dianggarkan.
"Jebol terus, kecuali pada tahun 2001, 2002, 2006, 2009, dan 2010, selebihnya alokasinya selalu melampaui yang sudah dianggarkan," ungkapnya.
Selain itu, kebijakan ini juga mampu meminimalisir politisasi kebijakan BBM. "Seperti selama ini terjadi, setiap ganti presiden beda juga partai politik yang mendukung kenaikan bbm," ungkapnya.
Dan yang paling penting, lanjut Heri, kebijakan subsidi tetap ini juga mempunyai landasan hukum sesuai putusan mahkamah konstitusi yang di keluarkan pada 2003. Dalam keputusan tersebut menyatakan bahwa harga BBM didalam negeri ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan golongan masyarakat tertentu.