EKBIS.CO, DENPASAR -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus merampungkan aturan zonasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tahun ini. Kepala Kantor OJK Bali, Zulmi mengatakan OJK Bali tak terkecuali melakukan sosialisasi kepada BPR yang ada di Bali, termasuk Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo).
"Perbarindo biasanya resisten dulu. Namun, jika dijelaskan dengan baik, maka mereka pasti mengerti," ujar Zulmi
Aturan ini berangkat dari banyaknya BPR yang mengalami kesulitan modal dan tenaga SDM. Sekitar 17 persen dari 1.634 BPR di Indonesia mengalami kekurangan tenaga SDM yang akhirnya berdampak negatif pada pelayanan nasabah.
"Zonasi BPR nantinya akan semakin kompleks kelasnya," kata Zulmi, Senin (17/11). Selama ini, operasional BPR di Indonesia mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/26/PBI/2006 yang mengelompokkan BPR ke dalam empat zona modal.
Pertama, BPR di wilayah Jakarta dengan persyaratan modal lima miliar rupiah. Kedua, BPR di wilayah ibu kota provinsi di Jawa dan Bali, serta kabupaten atau kota di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan persyaratan modal dua miliar rupiah.
Ketiga, BPR di wilayah ibu kota provinsi di luar Jawa dan Bali dan di wilayah Jawa dan Bali yang belum disebutkan dalam zona pertama dan kedua dengan persyaratan modal satu miliar rupiah. Keempat, BPR di luar wilayah yang disebutkan pada zonasi pertama hingga ketiga dengan persyaratan modal Rp 500 juta.
Pada aturan baru nantinya, kata Zulmi, ada pengelompokan BPR melalui tiga zonasi berdasarkan pada kepadatan penduduk dan kecepatan perputaran uang. Zona I adalah zona paling padat penduduknya dengan modal minimum Rp 18 miliar, zona II (delapan miliar rupiah), zona III (enam miliar rupiah), dan zona IV (empat miliar rupiah).
Zulmi menambahkan, jika sebuah BPR memiliki modal puluhan miliar, namun dikelola dua orang direksi saja, maka mereka akan mengalami kesulitan. Prinsip kehati-hatian atau prudensial bank akan berkurang.
Oleh sebab itu, kata Zulmi, dalam aturan baru nantinya OJK akan mengatur BPR dengan modal inti di atas Rp 50 miliar harus memiliki minimal tiga orang direksi dan seorang direktur kepatuhan. Mereka juga harus memiliki minimal tiga orang komisaris atau sebanyak direksi dan juga seorang komisaris independen.
Aturan berbeda diterapkan pada BPR dengan modal inti di atas Rp 80 miliar yang harus memiliki satuan manajemen risiko dan seterusnya.