Jumat 21 Nov 2014 16:07 WIB

DPR: Kebijakan Pemerintah Naikkan Harga BBM tak Tepat

Rep: C89/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM dengan membakar ban bekas di depan kantor ESDM, Jakarta, Selasa (18/11).   (Republika/ Yasin Habibi)
Massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM dengan membakar ban bekas di depan kantor ESDM, Jakarta, Selasa (18/11). (Republika/ Yasin Habibi)

EKBIS.CO, JAKARTA - Dengan adanya kebijakan pemerintah Jokowi-JK menaikkan BBM, komisi VI DPR RI menyatakan sikapnya. Komisi perindustrian dan perdagangan ini menyesalkan lahirnya putusan tersebut.

"Kami menilai kenaikkan harga BBM bersubsidi saat ini tidak tepat,"kata pimpinan Komisi VI, Azam Azman Natawijaya, saat memberikan keterangan pers, di Kompleks Parlemen, Jumad (21/11).

Wakil rakyat dari fraksi Demokrat ini merincikan alasan penilaian tersebut. Antara lain, kebijakan ini dibuat saat harga minyak dunia sedang turun. Lebih rendah di bawah asumsi APBNP 2014 sebesar USD 105/barel.

"Saat ini harga minyak dunia mencapai USD 74,05/barel,"kata dia.

Komisi VI menilai kebijakan pemerintah menaikkan BBM tidak sesuai dengan pasal 14 ayat (13) UU No 12 Tahun 2014 tentang APBN-P tahun 2014. Alasan berikutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang mengalami perlambatan. Sehingga tidak tepat menaikkan harga BBM.

Kemudian, menurut Azam, kebijakan ini dipastikan dapat meningkatkan inflasi yang tajam. Sehingga akan mengoreksi angka pertumbuhan ekonomi karena biaya produksi sektor usaha ikut naik.

Selanjutnya, kebijakan ini akan menambah angka kemiskinan. Menurutnya,  sesuai data BPS,  saat ini terdapat 29 juta rakyat miskin  berpotensi akan menambah 40 juta dari 70 juta rakyat yang rentan miskin.

Kemudian, Azam mengatakan, komisi VI melihat kenaikkan ini juga akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini dikarenakan dengan naiknya BBM, akan turut menaikkan biaya transportasi dan berbagai jenis produk.

"Golongan masyarakat yang paling besar terkena dampaknya adalah masyarakat miskin dan rentan miskin,"jelas Azam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement