EKBIS.CO, JAKARTA -- Penciptaan wirausaha terus dikebut. Berbagai upaya terus dilakukan agar jumlah wirausaha di Indoensia mencapai 2 persen agar memenuhi syarat sebagai negara maju.
Saat ini, prosentase wirausaha di Indonesia baru mencapai 1,65 persen. Itu artinya, Indonesia masih berutang 0,35 persen wirausaha atau setara 840 ribu jumlah penduduk.
Deputi Bidang Koordinator Perniagaan dan Kewirausahaan Kementerian Perekonomian Edy Putra Irawadi mengatakan, pertumbuhan investasi dan pertumbuhan industri selama ini tidak berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Alhasil, penciptaan wirausaha menjadi hal yang mutlak.
Sementara menurut Deputi Bank Indonesia Halim Alamsyah, keberhasilan di bidang ekonomi belum dibarengi dengan tumbuhnya entrepreneur. Populasi wirausaha di Indonesia masih jauh dibandingkan Singapura atau Malaysia.
"Di Indonesia kita masih kurang 0,3 persen lagi jumlah wirausaha," ujar Halim, Jumat (21/11).
Halim mengatakan, ada beberapa hal yang perlu dibenahi untuk menciptakan iklim kewirausahaan yang baik. Iklim kesehatan kewirausahaan di Indonesia berada dalam peringkat 68 dari 121 negara. Indonesia berada satu level bersama India, Argentina, Turki dan Italia.
Managing Director Ciputra Grup Harun Hajadi mengakui, kemajuan perusahaan memang tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah penyerapan tenaga kerja. Pasalnya, semakin maju suatu perusahaan, maka peranan manusia atau pekerja semakin dihilangkan. Ada peranan manusia yang hilang ketika perusahaan mampu memberikan sistem yang lebih baik dalam perusahaan.
Dalam menciptakan wirausaha, kata dia, perlu menciptakan suatu ekosistem yang sehat dan berkelanjutan. Di kampus Ciputra, dia mencontohkan, mahasiswa mulai diajarkan untuk menjadi wirausaha. Di tahun pertama Ciputra meluluskan 105 mahasiswa, mereka telah membentuk 70 perusahaan. Rata-rata setiap perusahaan memiliki sembilan pekerja.
Harun menceritakan yang dilakukan oleh kampus Ciputra yaitu membuat iklim kewirausahaan yang baik. Kampus menerapkan kriteria kelulusan dengan parameter dibentuknya perusahaan.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Intitut Pertanian Bogor (IPB) Yusman Saukat mengatakan menciptakan wirausaha melalui perguruan tinggi belum dimulai sejak dini. Pun untuk wirausaha di Indonesia menurutnya belum menciptakan nilai tambah.
Masyarakat Indonesia perlu terus dilatih untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya berbasis alam menuju sumber daya berbasis teknologi atau pengolahan. Dia mencontohkan, ketika negara lain mulai mengolah produk hilir minyak kelapa sawit (CPO), masyarakat Indonesia merasa cukup dengan menjual produk mentahnya saja.
"Kurang mau melakukan terobosan baru tapi memang mengandung risiko pengembangan produk hilir. Meski sudah menjadi entrepreneur, tapi mental pengusahanya kurang bagus juga," katanya.