EKBIS.CO, JAKARTA – Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar berharap nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 12 ribu hingga Rp 12.200. Pasalnya, biaya operasional maskapai penerbangan pelat merah ini banyak menggunakan dolar AS.
Emir menjelaskan pembiayaan perusahaannya banyak menggunakan dolar AS. Pasalnya, pembiayaan dalam bentuk dolar AS bunganya lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan dalam bentuk rupiah. “Kalau ada pembiayaan pesawat mau nggak mau harus Dollar karena tingkat bunga nya jauh sekali,” ujar Emir, Kamis (4/12).
Pembiayaan yang tinggi dalam Dollar yang cukup tinggi ini membuat Garuda tidak bisa lepas dari utang luar negeri (ULN). Baru-baru ini, Kementrian BUMN sempat mengimbau agar ULN perusahaan pelat merah dibatasi. Menurut Emir, pembatasan ULN akan mempersulit perusahaan.
Alhasil, soal ULN ini disiasati dengan hedging agar pelemahan rupiah juga tidak merugikan perusahaan. Pada semester satu 2014 lalu, Garuda membukukan kerugian sebesar 211,7 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,43 triliun. Kerugian ini turut disebabkan karena depresiasi nilai tukar rupiah.
“Yang kita usahakan adalah bagaimana kita bisa match. Contoh Garuda ambil kontrak leasing dalam bentuk Yen karena kita mau match dengan pendapatan dari bisnis kita di Jepang. Jadi kita lakukan natural hedge. Masalahnya, tingkat bunga di kita tinggi sekali,” katanya.