EKBIS.CO, JAKARTA--Sebagai instrumen yang dibutuhkan, industri perbankan syariah berharap aturan instrumen hedging syariah bisa segera diterbitkan. Rambu-rambu bisa dipasang jika memang ada kekhawatiran penyalahgunaan.
Sekretaris Umum Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo), Achmad K Permana, menuturkan hedging syariah sudah lama dibahas dan industri sangat menginginkan itu. Sebab, itu akan mengamankan portofolio dari paparan fluktuasi di pasar.
Mengenai antisipasi penyalahgunaan, Permana mengatakan rambu-rambu bisa dipasang dibanding saat ini yang sama sekali tidak ada instrumen lindung nilai. Bisa dicarikan cara agar kekhawatiran penyalahgunaan bisa dijaga. Sebab tanpa instrumen hedging, bank selalu dalam posisi rugi.
Di beberapa negara Timur Tengah dan Malaysia, instrumen itu sudah ada sehingga mereka sempat aneh karena Indonesia belum memiliki. Kalau Indonesia tidak punya, paparan terhadap portofolio jadi terlalu tinggi.
Ia mencontohkan seperti saat ini saat bunga bank sedang tinggi di sekitar 10-11 persen, sementara dua tiga tahun lalu margin KPR dengan akad murabahah di 8-9 persen selama 15 tahun.
''Terbayang untuk saat ini, cost of fund-nya sudah 10-11 persen dan dilempar ke KPR dengan margin nisbah 8-9, bank sudah negatif keuntungan,'' kata Permana di sela-sela acara National Championship League Karim Consulting Indonesia, Senin (8/12) malam.
Ini terjadi karena portofolio KPR syariah tetao selama 10 tahun dengan akad murabahah. Komponen murabahah, kata Permana, besar porsinya di industri perbankan syariah.
Menurutnya, murabahah untuk komoditi memang perlu. Seperti misalnya pasar uang yang sudah ada fatwanya meski hanya berlaku inter bank. Jika secara fatwa murabahah bisa ke pasar uang, maka harusnya bisa juga ke //hedging//.
''Maka saat ini PR ada di DSN dan OJK bagaimana mereka bisa merealisasikan karena industri membutuhkannya untuk melindungi dari perubahan suku bunga,'' ungkap Kepala Unit Syariah PermataBank ini.