EKBIS.CO, JAKARTA -- Para pengusaha mengeluhkan persoalan perizinan untuk investasi yang rumit di daerah. Sebanyak 85 persen proses perizinan investasi dilakukan di daerah. Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Rahmat Hidayat, mengatakan perizinan di pusat melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) cukup kondusif dan syaratnya mudah dipenuhi. Namun, sebelum melakukan eksekusi, investor harus mengurus perizinan di daerah darin tingkat gubernur, bupati, sampai camat dan lurah.
"Izin lokasi, peruntukan tanah, penggunaan air tanah, itu di level Pemerintah daerah, itu seperti black box karena kita tidak tahu standarnya," kata Rahmat dalam jumpa pers di kantor BKPM, Jakarta, Rabu (24/12).
Di samping itu, izin yang harus dipenuhi di daerah antara lain izin domisili, izin gangguan, izin tetangga, izin mendirikan bangunan, amdal, izin peruntukan lahan, izin untuk perusahaan makanan minuman yang menggunakan air tanah harus izin pengeboran. Menurutnya, izin tersebut ada masa expired sekitar dua sampai tiga tahun. Padahal investor sudah berinvestasi namun selama izin expired harus mengurus izin kembali. Selain itu, pihaknya mengeluhkan biaya yang sudah ada batasannya namun ternyata jauh dari rate. "Investor butuh kepastian, agar bisa mengukur, kalau lamanya tidak bisa dikasih tahu kapan, bagaimana kita menunggu. Yang sangat sulit dinilai cost of time, berapa lama waktu yang diperlukan invetor untuk berproduksi dan menjual barangnya," jelas Rahmat.
Oleh sebab itu, dia mendesak adanya semacam penitipan kewenangan dari kementerian atau Pemda kepada BKPM. Tujuannya menarik investasi baru atau perluasan investasi yang ada. Sebab, saat ini investor masih mengurus izin yang sama di kementerian yang berbeda. Hal itu dinilai menjadi beban investor.