EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah dipandang perlu menentukan batas atas harga BBM. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pada saat kondisi harga minyak dunia turun, pemerintah diuntungkan dengan harga jual BBM yang murah.
Namun, menurutnya pemerintah perlu melakukan antisipasi seandainya terjadi kenaikan harga minyak dunia yang ekstrem agar jangan sampai memberatkan pelaku industri dan masyarakat. “Dalam kondisi minyak dunia yang turun pemerintah aman secara politis dan ekonomi, meskipun gejolak minyak dunia mungkin tidak akan naik ekstrem, tapi perlu ada tool tambahan jika ada kenaikan secara ekstrem,” ujar Faisal, saat dihubungi, Jumat (16/1).
Pemerintah memutuskan untuk menurunkan kembali harga BBM jenis premium menjadi Rp 6600 per liter, dan Rp 6400 untuk jenis solar mulai Senin (19/1). Penurunan ini disebabkan lantaran harga minyak dunia yang turun di bawah 50 dolar/barel.
Menurutnya, pemerintah harus memiliki hitung-hitungan pada level berapa harga BBM yang mengikuti harga minyak dunia ini bisa diterima oleh masyarakat baik pelaku industri maupun konsumen sehingga tidak menimbulkan gejolak ekonomi.
Ia memperkirakan tahun ini harga minyak dunia tidak akan naik ekstrem sehingga subsidi energi sebesar Rp 81 triliun untuk subsidi energi tetap cukup. Namun, seandainya ada kenaikan harga minyak yang ekstrem, kata dia, pemerintah tetap perlu memberikan subsidi.
Subsidi itu bisa berasal dari peningkatan penerimaan Negara baik dari pajak maupun non pajak. Peningkatan pendapatan ini bukan hanya untuk emngantsiipasi kenaikan harga minyak namun juga untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang semakin ekspansif.