EKBIS.CO, JAKARTA—Menyikapi peredaran apel impor berbakteri, pengelola perkebunan hortikultura Arum Sabil menyebut, hal tersebut merupakan bukti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap barang impor. Selain itu, belum tampak penindakan tegas atas peredaran produk impor berbahaya yang merupakan syarat mutlak dalam upaya melindungi masyarakat.
“Pasokan buah yang cukup tak boleh mengorbankan kesehatan masyarakat,” kata Arum yang juga merupakan Sekjen dari Asosiasi Petani Padi Palawija Indonesia (AP3I). Ia pun menyayangkan pemerintah yang bentuk ketegasannya baru sekadar teori dan menggulirkan statement belaka.
Karena menurut dia gertak sambal tersebut belum menimbulkan efek jera. Seharusnya, penindakan jangan hanya dengan metutup impor atau melakukan penyitaan, tapi harus sampai melakukan tindakan hukum.
“Sebab penyebar produk berbahaya setara dengan tindakan teror yang tak boleh dibiarkan,” ujarnya. Penyebaran produk impor berbahaya dianggapnya sebagai bentuk teror baru dan harus diwaspadai.
Kalau perlu, pemerintah seharusnya melibatkan satuan pengaman teror seperti Densus 88 untuk menindaknya. Terlebih, berdasarkan pegnamatannya, produk impor berbahaya sebenarnya sudah masuk sejak lama.
“Ini bukan hanya persoalan bakteri, tapi juga campuran bahan kimia, buah yang dilapisi formalin dan pestisida berlebihan sangat berbahaya,” ujarnya. Buah apel berbakteri, lanjut dia, merupakan salah satu contoh kecil saja. sejumlah produk lainnya sepert daging sapi dan ayam impor diindikasi tidak layak dikonsumsi manusia.