EKBIS.CO, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika
Pergantian pemerintahan pada akhir 2014, membawa optimisme baru. Itu setelah Presiden Jokowi dan Wapres JK menjanjikan periode pemerintahannya selama lima tahun untuk memfokuskan pembangunan infrastruktur besar-besaran.
Salah satu masalah utama yang ingin diatasi Jokowi-JK adalah pembangunan belasan pelabuhan baru demi terwujudnya tol laut. Ujung dari program itu adalah terciptanya jaringan transportasi multimoda dan pusat logistik di pelabuhan laut utama.
Mengapa pemerintahan Jokowi-JK concern terhadap masalah infrastruktur? Tidak lain tidak bukan adalah terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Pada era presiden SBY pada 2009-2014, Indonesia hanya mengalami kenaikan ekonomi di bawah enam persen.
Capaian itu jelas termasuk tinggi di tengah lesunya aktivitas ekonomi dunia. Hanya saja, kalau masalah transportasi bisa dibenahi dan sarana angkutan tidak mengalami kendala, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6 persen. Bahkan, bukan tidak mungkin target Jokowi-JK yang mengincar pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen per tahun bisa terealisasi.
Membenahi sistem logistik nasional
Sesuai dengan Nawa Cita (9 Agenda Perubahan), Jokowi-JK berkomitmen untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing rakyat, baik di pasar nasional maupun pasar internasional. Sehingga, dengan lancarnya sistem multimoda yang mengangkut berbagai barang, bangsa Indonesia mampu bergerak maju seiring pertumbuhan di negara-negara Asia lainnya.
Jokowi berpesan, di saat pemerintah serius menggarap sektor infrastruktur, pengusaha juga tidak perlu risau dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun ini. Dia mengajak semua pihak untuk percaya diri, karena potensi yang dimiliki bangsa Indonesia sangat besar.
Modal itu, kata dia, membuat takut negara tetanggga ketika harus bersaing dengan Indonesia. "Artinya ya saudara tidak usah takut. Mereka juga takut kok," ujar Jokowi di hadapan ratusan pengusaha yang hadir dalam Munas ke-15 HIPMI di Trans Convention Center, Bandung, Senin (12/1).
Sayangnya, target pemerintah itu bakal menemui banyak kendala. Kendati begitu, mereka berupaya sekuat tenaga untuk bisa membehani sektor infrastruktur Indonesia yang teringgal dibandingkan negara tetangga.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, pemerintah akan membenahi sistem logistik dan manajemen tata niaga perdagangan untuk mengatasi laju inflasi yang tinggi. Pasalnya, dengan kondisi sekarang maka alur pengiriman logistik membutuhkan biaya mahal. Padahal, high cost economy itu menjadi salah satu hambatan terwujudnya pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkualitas.
"Penanganan inflasi memerlukan extra effort, karena ini tidak hanya masalah pergerakan harga. Pemerintah akan fokus membenahi masalah logistik dan manajemen tata niaga perdagangan untuk mengurangi laju inflasi," kata mantan wakil menteri keuangan tersebut, belum lama ini.
Bambang mengungkapan, laju inflasi pada 2014 mencapai 8,36 persen. Capaian itu cukup tinggi, karena faktor administered price akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, meski seharusnya inflasi dapat ditekan lebih rendah. Kalau saja tidak ada kenaikan BBM, kata dia, Indonesia sebenarnya bisa menjaga inflasi di
bawah lima persen.
Meski begitu, lanjut dia, angka lima persen masih terlalu tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lain. Dia mencontohkan, Filipina dan Thailand yang bisa menjaga inflasi pada kisaran dua atau tiga persen. Masalah itu terjadi lantaran persoalan logistik dan tata niaga selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Untuk itu, ia mengharapkan adanya pembenahan dan tata kelola sistem logistik maupun manajemen perdagangan, agar barang yang sudah masuk ke pasar tidak mengalami kenaikan harga dan pasokannya selalu terjamin.
Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Urusan Logistik Carmelita Hartoto mengharapkan Jokowi-JK agar segera mengimplementasikan blue print pengembangan logistik nasional. Menurut dia, dengan upaya pemerintah membangun banyak pelabuhan maka hal itu sangat menguntungkan perusahaan jasa ekspedisi.
Pengusaha yang bergerak di jaringan transportasi, kata dia, pasti akan menambah modal di bidang logistik kalau infrastruktur memadai. Dia pun menilai, potensi bisnis logistik di sektor ini ternyata sangat menjanjikan.
Prediksinya, aktivitas di sektor logistik mengalami kenaikan setiap tahunnya sebesar 15 hingga 20 persen. Dengan dilakukan pembangunan dan revitalisasi pelabuhan, diharapkan diikuti dengan pembenahan tarif yang berimpas pada ongkos angkut yang cukup tinggi.
Berjaya di negeri sendiri
Guna memajukan industri logistik nasional dan memperlancar distribusi barang di Indonesia, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan akan melakukan penyederhanaan terhadap berbagai peraturan di bidang transportasi.
Terdapat 157 peraturan yang dipangkas, meliputi rangkaian perizinan, sertifikasi, dan rekomendasi sektor transportasi darat, laut, serta udara. Kebijakan itu berlaku per 5 November 2014, dan bertujuan untuk menurunkan biaya logistik nasional sehingga meringankan harga barang.
Pun dengan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang mengadakan pertemuan dengan Menhub Jonan membahas berbagai upaya untuk menurunkan biaya logistik. Penurunan biaya logistik ditargetkan mencapai 10 hingga 15 persen, di mana saat ini tercatat biaya logistik nasional mencapai 24,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal itu dilakukan untuk mengatasi permasalahan panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk distribusi barang. Selain itu juga dilakukan optimalisasi angkutan darat dan air serta operasional pelabuhan. Langkah lain yang juga akan diambil oleh pemerintah adalah peningkatan kapasitas dermaga dan prasarana bongkar muat di pelabuhan. Seluruhnya dilakukan demi memajukan daya saing industri Indonesia dalam MEA 2015.
Mengenai berbagai langkah yang dijalankan pemerintah, Manajer Direktur PT Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Johari Zein mengatakan, sebagai pelaku usaha dalam industri logistik nasional, perusahaannya menyambut baik adanya perhatian pemerintah terhadap tingginya biaya logistik di Indonesia.
Perubahan, perbaikan atau penyederhanaan peraturan itu diharapkan dapat diikuti dengan adanya penegakan hukum, agar eksekusi dapat berdampak positif sesuai harapan. Panjangnya rangkaian peraturan juga merupakan salah satu prioritas yang harus dibenahi karena menyulitkan pengusaha.
Johari mengingatkan, perlunya perhatian pemerintah pada proses distribusi barang sebagai lanjutan dari perbaikan dalam peraturan. Penelusuran proses dan jalur distribusi akan menemukan solusi bagi bottleneck atau sumber-sumber hambatan. Hal itu perlu diatasi karena keterlambatan juga merupakan penyebab utama membengkaknya biaya dalam pengelolaan logistik yang berdampak pada kenaikan harga barang.
Johari juga mengharapkan adanya langkah dari pemerintah yang berkomitmen serta konsisten untuk memudahkan para pelaku usaha dalam industri ini. Bukan saja penghapusan pungutan resmi dan liar, namun juga perlunya dispensasi pada angkutan logistik.
Perlakuan khusus untuk kemudahan kendaraan angkutan barang dalam mengakses jalur distribusi dan sistem sertifikasi serta klasifikasi, perlu diberikan pada para pengusaha agar mampu memberikan jaminan kualitas serta segmentasi yang jelas pada konsumen atau pengguna jasa logistik.
Kalau semua kendala itu dibenahi, pihaknya sangat optimistis dalam menyongsong MEA. Bahkan, pihaknya tidak khawatir harus bersaing dengan kompetitor baru. Johari memegang prinsip, PT JNE harus bisa menjadi penguasa di Indonesia dengan berbagai strategi baru dalam merebut pasar.
Dia memiliki ambisi agar perusahaan asing jangan sampai bisa mengusai pasar Indonesia. "JNE terus memperkuat bisnisnya untuk menghadapi MEA dan inovasi adalah hal mutlak yang harus dilakukan," kata Johari. (berbagai sumber)